January 24, 2016

Pertama di Afrika, Lampu Penerangan Stadion dari Energi Kinetik Pemain Bola

Penulis: Iwan Ramos Siallagan
Pertama di Afrika, Lampu Penerangan Stadion dari Energi Kinetik Pemain Bola 

MOBITEKNO – Ide untuk mengkonversi energi kinetik (energi dari gerakan) menjadi energi listrik sudah sejak lama diterapkan manusia. Contoh sederhana adalah dinamo sepeda yang menghasilkan listrik dari gerakan roda sepeda untuk menghidupakan lampu sepeda.

Salah satu startup yang berbasis di Inggris, Pavegen, sejak beberapa tahun ini telah mengembangkan teknologi berbasis energi kinetik dan mengembangkannya lebih luas agar bisa menghasilkan listrik dari energi terbarukan. Di sini, Pavegen mengembangkan teknologi ubin lantai khusus yang dapat mengkonversikan energi kinetik yang terbuang selama ini dari derap langkah pejalan kaki.

Lantai khusus Pavegen penghasil energi yang pernah diterapkan di salah satu stasiun saat Olimpiade 2012 London berlangsung dalam perkembangannya juga mulai diterapkan di lapangan bola. Pergerakan pemain bola yang intensif dari satu posisi ke posisi lain di lapangan dianggap Pavegen bisa menjadi lahan subur untuk ‘memanen’ energi kinetik.

Setelah sukses bersama Shell membuat lapisan permukaan khusus di bawah lapangan bola di Rio, Brasil setahun lalu, keduanya kembali memasang lapisan tersebut di lapangan bola lainnya. Kali ini kota yang beruntung mendapatkan teknologi Pavegen adalah Lagos, Negeria.

Seperti juga lapangan bola di kota Rio, energi kinetik yang dihasilkan dari langkah pemain bola di lapangan dikonversikan menjadi energi listrik untuk menyalakan lampu penerangan di sekeliling lapangan bola tersebut. Selain energi kinetik, listrik juga berasal dari energi terbarukan lainnya, yaitu energi surya (sinar matahari).

Kombinasi kedua sumber energi terbarukan ini membuat lapangan sepakbola bisa digunakan kapan saja, baik pagi, siang, dan malam. Adapun lapisan khusus Pavegen akan menjadi sumber pemasok energi lsitrik saat lapangan bola digunakan di malam hari.

Lapisan Pavegen telah dirancang untuk bisa mendeteksi berbagai jenis tekanan di atas permukaan lapangan, termasuk tekanan yang tergolong rendah. Saat pemain menginjak permukaan, energi kinetik yang dikumpulkan oleh lapisan Pavegen dikonversi langsung menjadi listrik yang disimpan pada baterai khsuus (lithium polymer).

Selain sebagai penghasil energi (energy genearator), menurut Laurence Kemball-Cook, CEO Pavegen, lapisan khusus (ubin) Pavegen ini juga bisa dilengkapi dengan wireless API (Application Programming Interface) untuk menganalisis dan mentransmisikan data real time (jumlah derap langkah atau lainnya). Laurence sepertinya ingin menunjukkan penerapan ubin ini sebagai bagian dari teknologi IoT yang bisa diintegrasikan untuk sistem smart city.

Pavegen yang kembali bekerjasama dengan Shell sebagai bagian dari program LiveWIRE ini juga mengajak musisi Akon dalam membuat lapangan bola yang berlokasi di Federal College of Education, Lagos. Keterlibatan Akon berkaitan dengan perusahaannya, Akon Lighting Africa yang selama ini telah mengembangkan lampu bertenaga surya di kawasan Afrika.

Apabila lapangan bola di Rio membutuhkan 200 ubin Pavegen, lapangan bola di Lagos kali ini hanya membutuhkan 100 ubin Pavegen. Tidak dijelaskan apakah pengurangan jumlah ini berkaitan dengan teknologi Pavegen yang semakin efisien memanen energi kinetik atau faktor lainnya.

Setelah negara di benua Amerika (Brasil) dan Afrika (Nigeria) telah mendapat jatah teknologi Pavegen, belum diketahui kelanjutan dari program LiveWIRE kolaborasi Pavegen dan Shell ini. Apakah Indonesia sebagai negara Asia yang sangat banyak peminat sepak bolanya akan beruntung mendapat giliran? Kita tunggu saja.

 

Tags: , , , , ,


COMMENTS