
Mobitekno – Indonesia, sebagai negara dengan potensi energi surya yang melimpah, ingin menunjukkan komitmennya dalam mengadopsi teknologi energi terbarukan dan ener. Salah satu langkah terbaru yang menarik perhatian adalah ketertarikan Indonesia terhadap teknologi panel surya inovatif yang dikembangkan oleh startup asal Swiss, Sun-Ways.
Teknologi ini memungkinkan pemasangan panel surya di atas rel kereta api tanpa mengganggu operasional transportasi, sebuah terobosan yang dik personally sebagai yang pertama di dunia. Rencananya, teknologi ini akan diuji coba di Bogor, Jawa Barat, sebelum diperluas ke wilayah lain di Pulau Jawa.
Menurut laporan dari swissinfo.ch, teknologi panel surya lepas-pasang milik Sun-Ways saat ini sedang diuji coba sepanjang 100 meter di Buttes, Swiss. Panel surya dipasang pada bantalan rel kereta api dan dapat dipasang atau dilepas dalam hitungan jam menggunakan mesin khusus yang dikembangkan oleh Scheuchzer SA, perusahaan spesialis perawatan rel di Swiss. Inovasi ini memungkinkan perawatan rel tetap dilakukan tanpa hambatan, sementara panel surya tetap bersih berkat sikat pembersih yang terintegrasi pada kereta.
Di Indonesia, perusahaan energi surya lokal, Mutitron Automa, menjadi pelopor dalam rencana penerapan teknologi ini. Direktur Mutitron Automa, Dieter Napitupulu, menyatakan bahwa pihaknya berencana mengimplementasikan teknologi ini di Bogor sebagai proyek percontohan, dengan visi ekspansi ke seluruh Pulau Jawa. Langkah ini sejalan dengan ambisi Indonesia untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) hingga 23% sebagai bagian dari target net zero emission.
Mengapa inovasi ini menarik?
Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar, diperkirakan mencapai 3.200 Giga Watt (GW), namun pemanfaatannya masih jauh dari optimal, hanya sekitar 200 Megawatt (MW) hingga saat ini. Dengan keterbatasan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) konvensional, teknologi Sun-Ways menawarkan solusi cerdas dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, yaitu rel kereta api.
Pendekatan ini tidak hanya menghemat lahan, tetapi juga mendukung efisiensi energi tanpa mengganggu operasional transportasi. Joseph Scuderi, pendiri Sun-Ways, mulai mengembangkan ide ini sejak 2020. Dengan dukungan dari 12 perusahaan mitra dan lembaga inovasi Swiss, Innosuisse, proyek ini telah menggelontorkan anggaran sekitar Rp10 miliar. Panel surya yang digunakan dirancang khusus dengan lapisan anti-pantulan untuk mencegah gangguan pada pandangan masinis dan material yang diperkuat untuk ketahanan jangka panjang.
Proyek percontohan di Swiss menunjukkan bahwa 48 panel surya dengan kapasitas masing-masing 385 watt dapat menghasilkan sekitar 16.000 kWh listrik per tahun, cukup untuk memasok kebutuhan energi rumah-rumah di sekitar area tersebut.
Minat global dan potensi di Indonesia
Inovasi Sun-Ways tidak hanya menarik perhatian Indonesia, tetapi juga negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Belgia, Prancis, dan Israel. Korea Selatan, misalnya, telah merencanakan proyek percontohan pada tahun ini. Minat global ini menunjukkan potensi teknologi ini untuk menjadi solusi energi berkelanjutan di berbagai belahan dunia. Di Swiss, jika teknologi ini diterapkan secara luas, diperkirakan dapat menyumbang hingga 2% dari kebutuhan listrik nasional, setara dengan pasokan untuk 300.000 rumah tangga.
Di Indonesia, penerapan teknologi ini dapat menjadi game-changer dalam transformasi energi hijau. Dengan jaringan rel kereta api yang luas, terutama di Pulau Jawa, teknologi ini dapat meningkatkan kapasitas produksi energi surya tanpa memerlukan lahan baru. Selain itu, biaya instalasi yang semakin ekonomis dan model pembiayaan inovatif, seperti yang ditawarkan oleh perusahaan seperti SUN Energy, dapat mempercepat adopsi teknologi ini di sektor komersial dan industri.
Meski menjanjikan, teknologi ini tidak luput dari tantangan. Paparan debu, getaran dari kereta, dan kondisi cuaca ekstrem menjadi faktor yang perlu diuji untuk memastikan efisiensi jangka panjang. Sun-Ways telah mengantisipasi hal ini dengan merancang panel yang lebih tahan lama dan dilengkapi fitur anti-pantulan. Selain itu, tantangan teknis seperti penyaluran listrik ke jaringan kereta api masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Namun, dengan uji coba selama tiga tahun di Swiss, teknologi ini memiliki peluang besar untuk terbukti andal.
Bagi Indonesia, adopsi teknologi ini dapat memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, proyek ini juga dapat menciptakan peluang kerja baru dan mendorong inovasi teknologi lokal. Dengan dukungan pemerintah dan kolaborasi dengan pelaku industri seperti Mutitron Automa, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara dalam pemanfaatan energi surya terintegrasi.
Menuju masa depan energi hijau
Langkah Indonesia untuk menjajal teknologi panel surya Sun-Ways adalah bukti komitmen negara ini dalam mengejar masa depan energi yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, Indonesia dapat memaksimalkan potensi energi surya tanpa mengorbankan lahan berharga.
Proyek percontohan di Bogor akan menjadi langkah awal yang krusial, dan keberhasilannya dapat menginspirasi penerapan serupa di wilayah lain. Seperti yang dikatakan oleh Scuderi, “Inisiatif ini sejalan dengan tujuan global untuk meminimalkan jejak karbon,” dan Indonesia siap menjadi bagian dari visi tersebut.
Dengan potensi energi surya yang melimpah dan semangat inovasi, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pionir energi hijau di kawasan. Teknologi Sun-Ways bukan hanya tentang menghasilkan listrik, tetapi juga tentang menciptakan solusi yang efisien, ramah lingkungan, dan adaptif untuk masa depan. Dunia kini menanti perkembangan proyek ini, dan Indonesia memiliki kesempatan untuk memimpin transformasi energi berkelanjutan.
Tags: EBT, energi hijau, energi surya, energi terbarukan, green energy, jejak karbon, Mutitron Automa, rel kereta api, SUN Energy, Sun-Ways