Mobitekno – Konsultan properti Cushman & Herald, Christopher Widyastanto dalam sebuah wawancara menyatakan, di tengah gempuran pasokan bangunan perkantoran dan perubahan kultur kerja yang menekankan kepada fleksibilitas, bisnis coworking space atau ruang kerja bersama di Indonesia semakin dibutuhkan untuk mengisi kekosongan pasar.
Tren coworking space sebagai sebuah “revolusi” tentunya mengubah cara orang bekerja menjadi lebih fleksibel dan memberikan peluang untuk membangun networking.
Ia memahami bahwa sejumlah perusahaan coworking space, termasuk pemain-pemain besar di skala global, telah mulai menjajaki pasar Indonesia yang saat ini berpeluang besar. “Terutama untuk mengisi kekosongan di dalam pasar yang saat ini diisi oleh kelebihan pasokan (gedung perkantoran) dan masih dalam kondisi tenants market,” ujar Christopher.
Berdasarkan data Cushman & Wakefield, tingkat rata-rata okupansi ruang kerja di Kawasan Pusat Bisnis Jakarta di kuartal pertama (Q1) tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, dari 80,85 persen menjadi 76,67 persen. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya pasokan tambahan di kuartal pertama tahun ini.
Harga sewa kotor bulanan ruang perkantoran telah menurun sebesar 6,67 persen menjadi 21.82 dollar AS per meter persegi dan diperkirakan akan tetap berada di bawah tekanan sepanjang tahun 2018. Tingkat kekosongan juga diperkirakan akan meningkat di tengah kesenjangan antara banyaknya pasokan dan rendahnya permintaan ruang perkantoran.
“COCOWORK juga memiliki pengalaman yang baik dalam bermitra dengan organisasi atau perusahaan semi-pemerintah di hampir semua kantor cabang dan hal tersebut memberikan kelebihan dibandingkan kompetitor mereka saat ini,” katanya.
“Pasar properti mesti menerima dan melihat perkembangan coworking space sebagai salah satu cara berbisnis, bukan sebagai gangguan di pasar real estate,” katanya.
Christopher mengakui bahwa merger dan akuisisi dapat meningkatkan kekuatan perusahaan coworking space lokal di pasar domestik, namun ia menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut harus memiliki identitas merk yang unik. Jika tidak, mereka akan dinilai tidak jauh berbeda dari ruang perkantoran tradisional dengan “penataan co-working”.
Contohnya, sebagai salah satu pelopor ruang kerja bersama di Indonesia, COCOWORK telah sukses dalam memberikan keuntungan bagi para anggotanya dan membuka sejumlah kantor cabang di lokasi-lokasi strategis di ibu kota.
Meskipun pasar untuk coworking space meningkat, Christopher menyatakan bahwa ruang perkantoran tradisional tetap diminati oleh sebagian kalangan. Untuk pemilik gedung perkantoran, coworking space dan ruang perkantoran tradisional dapat saling melengkapi satu sama lain.
“Keduanya sangat penting sebagai inkubator perusahaan-perusahaan yang nantinya akan menyewa lebih banyak ruang di bangunan tersebut,” tambahnya.
Tags: Christopher Widyastanto, COCOWORK, Coworking Space, Cushman & Herald