Mobitekno – Dyson mengajak beberapa YouTuber dan influencer melakukan kampanye untuk mengetahui level polusi udara yang dialami mereka di kota tempat tinggalnya masing-masing. Para influencer yang mencakup pemerhati lingkungan, kesehatan, dan gaya hidup tersebut antara lain Bima Aryo, Ario Pratomo (@sheggario), Vania F. Herlambang (@vaniafherlambang), Bev Tan (@odetoless), dan F.X. Mario Hadiwono (@fxmario).
Sebagai pengembangan dari teknologi air purifier Dyson, Air Quality Backpack dilengkapi alat sensor udara portabel ini dapat mengumpulkan data polusi udara secara real time saat pengguna beraktivitas. Backpack dengan sensor, baterai, dan GPS tersebut mendeteksi berbagai indikator polusi, seperti kadar PM2.5, PM10, senyawa organik mudah menguap (VOC), nitrogen dioksida (NO2), dan karbon dioksida (CO2).
Menurut Bima, meskipun kualitas udara yang buruk Jakarta telah sering dilaporkan, banyak warga masih yang belum sepenuhnya memahami dampak polutan yang dihadapi bagi mereka.
“Dengan Air Quality Backpack Dyson, saya berharap bisa memberikan perspektif baru tentang kualitas hidup sehari-hari, bukan hanya untuk saya, tetapi juga untuk orang lain,” tambah Bima.
Frederic Nicolas, Dyson Air Science Engineering Lead menjelaskan bahwa pencemaran udara merupakan masalah global. Insinyur Dyson mengembangkan berbagai sensor cerdas berdasarkan pengalaman dan riset terhadap teknologi udara selama bertahun-tahun.
“Dalam fase teknologi sensor udara Dyson kali ini, kami telah memperbarui Air Quality Backpack kami dengan meningkatkan kemampuan sensor dan mengembangkan aplikasi kualitas udara—untuk memperlihatkan yang tidak kasat mata dan agar pengguna dapat mengontrol paparan mereka terhadap polusi,” ujarnya
Sebagai pengendara sepeda aktif, Bima mencatat bahwa kadar PM2.5 meningkat hingga 100 µg/m3 saat bersepeda pada malam hari di jalan raya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pembakaran mesin kendaraan di sekitarnya.
Paparan PM2.5 juga terdeteksi ketika Bima bersepeda di Jakarta Selatan, dengan kadar yang tergolong ‘sangat buruk’ pada Dyson Air Quality Index (AQI). Kendaraan diesel, termasuk bus dan minibus, merupakan sumber umum polusi di jalanan perkotaan Jakarta. Hal ini dapat menimbulkan ‘Street Canyon Effect’, yaitu fenomena emisi dari tepi jalan yang terperangkap di antara bangunan, menyebabkan bertumpuknya kadar emisi di jam-jam sibuk.
Selama Bima mengumpulkan data di dalam rumah, kenaikan VOC juga terdeteksi saat ia memasak, bahkan mencapai lebih dari 12.000µg/m3, empat kali lipat di atas batas kadar wajar dan tergolong ‘sangat buruk’ pada indeks kualitas udara Dyson.
Lonjakan serupa juga terjadi dengan kadar CO2 saat ia tengah mengendarai mobil. Kadar polusi udara dalam ruang mobil menetap secara konstan pada tingkat lebih dari 2.000 µg/m3 dan baru turun ketika Bima keluar dari mobil.
Bima menyimpulkan bahwa walaupun kita tidak bisa secara langsung mengendalikan polusi udara di luar, ada sejumlah tindakan sederhana yang bisa kita lakukan untuk membantu mengurangi paparan di dalam maupun di luar ruangan.
“Saya sekarang lebih berhati-hati dengan apa yang saya lakukan di ruang publik maupun dalam ruangan agar keterpaparan saya terhadap polutan udara secara umum berkurang,” tambah Bima.
Temuan serupa juga dipaparkan Ario Pratomo (@sheggario) saat bepergian menggunakan MRT. Temuan-temuannya menunjukkan partikel NO2 meningkat di depan stasiun MRT Bundaran HI, yang terletak di kawasan lalu lintas padat.
Berikutnya, Vania F. Herlambang (@vaniafherlambang) mengunjungi kawasan Blok M pada malam hari dan mencatat kenaikan PM2.5 dan VOC saat melewati pedagang yang sedang membakar makanan.
Selain itu, lonjakan PM2.5 terdeteksi ketika F.X. Mario Hadiwono (@fxmario) berkunjung ke pasar tradisional di Jakarta Utara yang terdapat banyak pedagang merokok.
Sejumlah temuan di atas menunjukkan betapa penting bagi kita untuk selalu mengetahui apa yang menyebabkan polusi dan bagaimana ke depannya kita bisa menurunkan paparan terhadap polusi. Hal ini didukung oleh temuan-temuan Bev Tan (@odetoless) yang mencatat kondisi udara baik ketika ia mendatangi kawasan hijau di Pantai Indah Kapuk.
Air Quality Backpack awalnya dikembangkan para insinyur Dyson untuk penelitian Breathe London bersama King’s College London dan the Greater London Authority. Para insinyur merancang alat portabel berukuran lebih kecil daripada generasi sebelumnya, tetapi tetap dilengkapi teknologi sensor yang telah ada dan digunakan dalam air purifier Dyson, agar dapat tetap mengukur paparan PM2.5, PM10, dan VOC serta NO2 secara akurat..
Proyek-proyek sebelumnya yang melibatkan Air Quality Backpack Dyson termasuk antara lain studi global untuk menyelidiki kadar polusi pribadi saat lockdown COVID-19 dan pemantauan paparan selama musim kabut asap di Delhi, India.
Tags: air purifier, Air Quality Backpack, CO2, Dyson, NO2, PM10, PM2.5, Polusi Udara, polutan, VOC