Mobitekno – Kenyataan ini berdasarkan penelitian terbaru dari Digital Realty dan Eco-Business yang baru saja diumumkan belum lama ini. Sejumlah 89% pakar yang disurvei dalam penelitian ini memperkirakan data center di kawasan ini akan bertumbuh secara signifikan dalam lima tahun ke depan. Hasil survei ini tertuang dalam laporan bertajuk The Future of Data Centers in The Face of Climate Change.
Survei yang dilakukan Digital Realty ini melibatkan 200 orang pakar yang ada di negara Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Survei dilakukan sejak Mei 2020 hingga Juli 2020. Dan hasilnya, selama pandemi Covid-19 berlangsung, 96% responden menyatakan hal yang sama, yaitu terjadi peningkatan kebutuhan terhadap data secara signifikan. Hal ini sekaligus menegaskan pentingnya teknologi digital dan data center di era modern seperti saat ini.
“Asia Tenggara telah muncul sebagai kawasan yang paling banyak diburu, dengan Singapura menguasai sekitar 60% dari total pasokan data center di kawasan tersebut,” kata Mark Smith, Managing Director, Asia Pacific, Digital Realty. “Di luar Singapura, Indonesia memiliki daya tarik sebagai destinasi investasi data center di kawasan tersebut karena besarnya pasar domestik yang melek teknologi. Indonesia juga menawarkan potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen utama energi terbarukan yang menegaskan kemunculannya sebagai hub data center berkelanjutan.”
Temuan yang dihasilkan oleh survei Digital realty ini juga sejalan dengan Data Gravity Index, data dari hasil penelitian yang baru saja dipublikasikan. Data ini mengukur, mengkuantifikasi, dan nementukan implikasi dari ledakan data di berbagai perusashaan. Data Gravity atau gravitasi data (efek gaya tarik dari kumpulan data besar atau aplikasi/layanan sangat aktif terhadap kumpulan data atau layanan/aplikasi sangat aktif lain, seperti halnya gravitasi yang menarik planet-planet atau bintang-bintang) diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat setiap tahun dari 2020 hingga 2024. Asia Pasifik diperkirakan akan menghasilkan pertumbuhan tercepat dalam intensitas data gravity di antara seluruh kawasan di dunia dan Singapura diperkirakan akan menjadi pasar dengan pertumbuhan tercepat di antara 21 wilayah metropolitan yang dianalisa.
Sementara itu, survei ini juga menyoroti masalah lainnya. 71% responden menyatakan masih ditemukan masalah kurangnya kesadaran menjaga lingkungan, 65% respondeng menyatakan kurangnya investasi, dan 61% responden menilai jumlah kerjasama dari pemangku kepentingan masih sangat sedikit. Ini menjadi tantangan utama dalam upaya membuat data center yang lebih berkelanjutan.
“Asia Tenggara adalah menjadi kawasan yang memliki negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, dan pertumbuhannya yang pesat akan mengakselesari permintaan terhadap layanan data,” ujar Jessica Cheam, Managing Director, Eco-Business. “Dengan latar belakang ini, penyedia data center harus menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekaligus memastikan bahwa mereka memainkan peran dalam membantu negara memenuhi target-target iklim mereka.”
Masalah bagaimana data center berjalan juga tidak luput dinilai dalam penelitian ini. Hasilnya, kebutuhan terhadap proses pendinginan (cooling) merupakan 35%-40% total kebutuhan energi data center. Teknologi dan proses pendinginan yang hemat energi – termasuk pendinginnan dengan zat cair – merupakan peluang besar bagi operator data center untuk mengurangi penggunaan energi dan biaya.
“Sangat menggembirakan melihat bahwa sebagian besar pelanggan di kawasan ini memandang sustainabilitas sebagai pertimbangan utama saat memilih penyedia data center,” kata Digital Realty Senior Director of Sustainability, Aaron Binkley. “Hal ini sejalan dengan posisi Digital Realty dalam hal sustainabilitas dan komitmen kami untuk membawa emisi kami sejalan dengan skenario perubahan iklim jauh di bawah dua derajat sebelum tahun 2030. Kami percaya teknologi pendinginan akan menjadi game changer bagi data center, terutama di iklim tropis Asia Tenggara.”
Posisi Indonesia dalam Survei
Indonesia sendiri bersama Malaysia menjadi rising star atau primadona dalam pengembangan data center ini. Kedua negara diperkirakan akan semakin meningkatkan pasar data center. Kedua negara ini juga menawarkan kemudahan akses dan biaya masuk yang lebih rendah dibandingkan Singapura. Ini bisa mendoring pertumbuhan berbagai hal yang berhubungan dengan data center, seperti e-commerce.
Indonesia sendiri memiliki basis pengguna internet keempat terbesar di dunia dan satu-satunya anggota ASEAN dalam kelompok G20.
“The Future of Data Centers in the Face of Climate Change” adalah whitepaper yang ditulis dan dibuat oleh Eco-Business Research, divisi penelitian dari Eco-Business dengan dukungan Digital Realty. Penelitian ini mengeksplorasi solusi-solusi layak yang tersedia guna membantu para operator data center meraih pertumbuhan berkelanjutan dengan dampak terhadap lingkungan yang rendah. Penelitian ini dilakukan oleh Eco-Business dari Mei hingga Juli 2020, dengan 208 responden survei dari berbagai industri di Singapura, Indonesia dan Malaysia.
Tags: Data Center, Digital Reality, Eco-Business, kawasan ASEAN, The Future of Data Centers in the Face of Climate Change