Mobitekno – Saat ini masyarakat Indonesia tengah menjalani transformasi digital. Hal itu berlangsung cepat karena pandemi Covid-19 memaksa semua orang untuk berpindah ke ruang digital akibat pembatasan aktvitas dan jarak untuk mengurangi potensi penyebaran virus.
“Pandemi Covid-19 ini memaksa kita untuk melakukan berbagai perubahan dan adjustment. Jadi harus ada proses lebih cepat kita pindah ke ruang digital. Sebagai bangsa kita harus survive dan kepentingan ekonomi nasional tidak boleh berhenti agar tidak tejadi kemunduran,” kata Ismail, Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, dalam acara Selular Digital Telco Outlook, Rabu (16/12).
Dengan berpindahnya ke ruang digital, Ismail menuturkan, ada implikasi yang terjadi. Salah satunya terjadi peningkatan trafik sebesar 20-30 persen di tahun ini yang didorong oleh perpindahan aktivitas masyarakat ke ruang digital.
“Trafik ini memberikan gambaran bahwa faktor-faktor pendukungnya, seperti infrastruktur dan Customer Premises Equipment (CPE), memiliki implikasi karena terjadinya perubahan aktivitas di ruang digital tersebut,” tambahnya.
Ia menjelaskan, di era pandemi Covid-19 ini memberikan pelajaran bahwa impor merupakan suatu hal yang memberatkan terutama dalam neraca pembayaran secara nasional. Hal ini mendorong semua bangsa, termasuk Indonesia, untuk memproduksi barang sendiri atau localize.
Di ranah Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT), secara garis besar dibagi dalam dua jenis perangkat asal impor. Pertama, perangkat-perangkat yang terkait infrastruktur disediakan oleh pihak operator telekomunikasi, lalu perangkat yang dibeli langsung atau direct oleh masyarakat (CPE) seperti HKT (handphone, komputer genggam dan tablet), modem, dan router.
“Komponen impor masih sangat besar terutama yang dibeli oleh telco operator karena masalah teknologi yang belum bisa dipenuhi negara atau belum bisa disebut sebagai negara produsen. Tapi untuk perangkat CPE sebagian besar sudah bisa diantisipasi dengan adanya berbagai kebijakan termasuk kebijakan IMEI,” tutur Ismail.
IMEI atau International Mobile Equipment Identity merupakan alat yang memberikan jaminan bahwa perangkat yang diimpor atau diproduksi benar-benar perangkat yang memenuhi tata kelola keuangan negara.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memahami perlu ada langkah-langkah terobosan lebih lanjut dan upaya untuk melihat potensi local product. Salah satunya melalui kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dari setiap perangkat yang dibutuhkan oleh operator selular.
Ismail menilai, pelaku industri telekomunikasi sudah mampu melakukan fabrikasi perangkat-perangkat selular yang cukup rumit (sophisticated) di Indonesia. Saat ini sudah bermunculan fabrikasi di level desain.
“Fabrikasi tidak semata-mata di line production, tapi sudah masuk ke area desain. Para produsen dituntut untuk mendesain dan bahkan memproduksi dengan tingkat TKDN yang semakin lama semakin baik dengan suatu continuity production. Bukan hit and run,” jelasnya.
Maka dari itu, Ia menekankan ada affirmative policy yang dibutuhkan pemerintah soal kejelasan dan konsistensi terhadap sebuah peraturan. “Ketika kita sudah mendesain policy, bagaimana policy itu bisa secara konsisten diterapkan untuk keberlangsungan industri,” kata dia.
Sementara itu, Ali Soebroto, Ketua Umum AIPTI, mengapresiasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengeliminasi black market (BM). Sebelum pandemi, market normal smartphone 4G sekitar 40 juta per tahun. Sementara ponsel BM yang masuk ke dalam negeri sudah lebih dari batas wajar, yakni mencapai 10 juta ponsel per tahun. Namun berkat TKDN, idealnya industri bisa menguasai 45 juta per tahun.
“Kita bersyukur control ini telah dijalankan sehingga produksi kita diharapkan akan bertambah kurang lebih 10 juta dalam satu tahun. Kita harapkan kebijakan dari Kemenperin sebisa mungkin kalau masih ada perangkat 2G/3G itu di-minimize agar semuanya dibuat 4G untuk diproduksi di dalam negeri,” kata Ali, dalam kesempatan acara yang sama.
Tags: Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, Ruang Digital, Selular Digital Telco Outlook, TKDN