
Mobitekno – Seperti banyak negara lainnya yang melakukan transformasi digital di berbagai bidang, Indonesia juga bersiap mengadopsiu teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) sebagai salah satu pendorong utama transformasi digital.
Sebuah studi terbaru dari IBM berjudul “Unlocking Indonesia’s Economic Potential for Future Prosperity” mengungkapkan bahwa pelaku usaha di Indonesia menunjukkan antusiasme tinggi terhadap adopsi AI, dengan 85% melaporkan keuntungan operasional yang signifikan dan 93% yakin akan kemampuan mereka untuk menerapkan teknologi ini.
Namun, di balik optimisme tersebut, tantangan masih dihadapi seperti keamanan data, infrastruktur TI, etika AI, dan keterbatasan talenta digital masih menghambat langkah menuju ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.
AI dan Transformasi Digital: Mesin pertumbuhan ekonomi
Studi IBM, yang melibatkan lebih dari 500 pemimpin bisnis senior dari berbagai industri di Indonesia, menyoroti bahwa 77% responden memandang AI dan transformasi digital sebagai peluang utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bukan hanya itu, 94% pelaku usaha berencana meningkatkan investasi dalam inisiatif keberlanjutan, dengan 89% di antaranya telah mengalokasikan dana lebih besar untuk teknologi hijau pada anggaran 2025. Hal ini menunjukkan kesadaran yang kuat bahwa AI tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga mendukung pembangunan berkelanjutan.

Namun, adopsi AI tidak berjalan tanpa hambatan. Infrastruktur TI yang belum memadai menjadi kendala utama, dengan 84% responden menyebutkan isu ini sebagai tantangan terbesar. Keamanan siber juga menjadi perhatian signifikan (55%), diikuti oleh kurangnya talenta digital terampil (45%).
Tantangan ini menegaskan perlunya investasi yang lebih besar dalam infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia untuk mewujudkan potensi penuh AI di Indonesia.
Tantangan adopsi teknologi UMKM dan BUMN.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memainkan peran krusial dalam perekonomian Indonesia, menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97% tenaga kerja. Meskipun UMKM memimpin dalam investasi digital, hanya 63% di antaranya memiliki strategi AI yang jelas, jauh tertinggal dibandingkan usaha menengah (80%) dan besar (71%). Kesenjangan ini menunjukkan perlunya dukungan kebijakan pemerintah yang lebih terfokus untuk membantu UMKM mengadopsi teknologi AI secara efektif.
Catherine Lian, General Manager and Technology Leader IBM ASEAN, menekankan pentingnya kolaborasi untuk menutup kesenjangan yang dihadapi pelaku UMKM di Indonesia. Kemitraan publik-swasta menjadi kunci untuk mendukung UMKM, terutama dalam pengembangan keterampilan digital dan akses ke teknologi.
“Indonesia berada di garis depan inovasi teknologi. Dengan membangun fondasi digital yang aman, menjembatani kesenjangan talenta, dan mendorong kerangka kerja nasional untuk AI yang etis, kita dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan sosial,” ujarnya.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran strategis dalam infrastruktur nasional, tetapi menghadapi tantangan digital yang signifikan. Sebanyak 59% BUMN menyebutkan kurangnya tenaga kerja terampil sebagai hambatan utama, diikuti oleh biaya operasional yang tinggi (55%) dan masalah keamanan data (49%).
Kesenjangan ini menunjukkan adanya “ekonomi digital dengan dua kecepatan”, di mana sektor swasta bergerak lebih cepat dibandingkan BUMN dalam hal investasi keamanan dan transformasi digital. Jika tidak ditangani, lambatnya laju digitalisasi BUMN berpotensi membahayakan jaringan nasional dan rantai pasokan.
Etika AI dan kesenjangan talenta
Salah satu temuan yang mencolok dari studi ini adalah keterbatasan dalam kesiapan etika AI. Hanya 45% responden yang memahami cara menggunakan AI secara etis, dan lebih sedikit lagi (24%) yang memiliki proses tata kelola AI yang jelas. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun antusiasme terhadap AI tinggi, pemahaman tentang implikasi etis dan tata kelola masih perlu ditingkatkan.
Di sisi lain, 97% pemimpin bisnis menyerukan kemitraan publik-swasta yang lebih erat untuk mengembangkan keterampilan AI dan digital, menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor adalah solusi untuk menutup kesenjangan talenta.

Studi ini juga menyoroti pentingnya kepemimpinan modern dalam menghadapi lanskap digital yang terus berkembang. Sebanyak 71% responden menekankan kemampuan beradaptasi dan agile sebagai ciri kepemimpinan yang penting, diikuti oleh kolaborasi tim (63%) dan fokus pada inovasi teknologi (78%). Pemimpin yang mampu beradaptasi dengan cepat dan mendorong inovasi akan menjadi kunci dalam memanfaatkan potensi AI untuk keberhasilan bisnis.
Menuju ekosistem AI yang kuat
Catherine Lian menegaskan bahwa masa eksperimen telah berakhir. “Sekarang adalah waktu untuk transformasi nyata. Bisnis dan pembuat kebijakan memiliki peluang untuk membentuk pertumbuhan berbasis AI dalam skala besar,” katanya. IBM berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemangku kepentingan di Indonesia untuk membangun ekosistem AI yang kuat, dengan fokus pada kepercayaan, transparansi, dan tanggung jawab.
Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam adopsi AI di kawasan ASEAN. Dengan mengatasi tantangan infrastruktur, keamanan siber, dan kesenjangan talenta, serta memperkuat tata kelola AI yang etis, Indonesia dapat membuka potensi ekonomi yang signifikan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan pelaku usaha seperti UMKM dan BUMN akan menjadi fondasi untuk mewujudkan visi ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Tags: adopsi AI, Bisnis, BUMN, Catherine Lian, IBM, Indonesia, studi, transformasi digital, UMKM