November 14, 2024

Bulan Fintech Nasional 2024 Lebih Canggih dengan Solusi Tanda Tangan Digital dari Privy

Penulis: Iwan RS
Bulan Fintech Nasional 2024 Lebih Canggih dengan Solusi Tanda Tangan Digital dari Privy 

Mobitekno – Privy memperkuat posisinya sebagai layanan digital trust terkemuka Indonesia setelah dipercaya sebagai Official Digital Signature Partner dalam Bulan Fintech Nasional 2024 (BFN 2024). Privy akan menyediakan solusi tanda tangan elektronik yang aman dan efisien sepanjang kegiatan BFN 2024 yang dipusatkan di Jakarta.

Di era digitalisasi saat ini, solusi tanda tangan elektronik menjadi pilihan yang menarik bagi banyak perusahaan untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan produktivitas dalam proses bisnisnya. Solusi solusi tanda tangan elektronik dari Privy memungkinkan proses penandatanganan dokumen secara digital, cepat, aman, dan legal.

Ajang BFN 2024 dihadiri lebih dari 3.500 visitors dan 56 exhibitors merupakan acara tahunan yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Berlangsung pada 11 November hingga 12 Desember 2024, dengan puncak acara The 6th Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) pada 12-13 November 2024.

Privy 01

Kepercayaan yang diberikan Privy sebagai Official Digital Signature Partner of IFSE dan BFN 2024 disambut baik, apalagi penunjukkan tersebut sejalan dengan tema BFN 2024 tahun ini, yaitu “Technology Convergence, Shaping the Future of Finance and Beyond”, di mana Privy terus melakukan inovasi teknologi layanan digital untuk masyarakat di masa depan.

Keikutsertaan Privy dalam rangkaian IFSE dan BFN 2024 sebagai bentuk komitmen untuk turut menjadi bagian dalam sinergi antar pelaku industri di sektor keuangan digital dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan digital yang aman dan terpercaya.

Pada rangkaian IFSE dan BFN 2024, Privy dengan bangga mendukung penuh penyelenggarakan beragam acara talkshow maupun diskusi interaktif, yang dihadiri jajaran anggota dewan komisioner OJK, di antaranya Mahendra Siregar (Ketua Dewan Komisioner OJK), ⁠Hasan Fawzi (Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK), ⁠Friderica Widyasari Dewi (Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK), dan ⁠Sophia Wattimena (Ketua Dewan Audit OJK).

OJK: Ekosistem perekonomian sektor riil membutuhkan penerapan teknologi digital

Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, menyebut bahwa semua ekosistem perekonomian berbasis sektor riil semakin menggunakan teknologi digital inovasi, dan pada gilirannya memanfaatkan keberadaan dan pengembangan fintech, sehingga menjadi satu ekosistem dan multi-platform yang besar dan mengatur seluruh rantai pasok yang ada di dalam industri.

Menurut Mahendra, keberadaan pengawasan, kebijakan, pengaturan yang dilakukan oleh OJK tentunya yang terbaik. Di satu sisi, undang-undang menegaskan bahwa dukungan pada pengembangan berbasis inovasi, berbasis keuangan digital, berbasiskan teknologi adalah masa depan dari pengembangan sektor keuangan Indonesia.

Tapi di lain sisi, kata Mahendra, OJK berada dalam satu perangkat, dalam satu organisasi regulator, pemangku kebijakan, dan mengatur maupun melakukan pengawasan yang selalu berbasis pada keutamaan pengelolaan tersebut. Termasuk juga melakukan tata kelola yang baik (good governance), risk management dan compliance, di mana itu adalah basis dari pengaturan penyusunan kebijakan dan pengawasan yang memang bertanggung jawab dan bisa melihat keseluruhannya secara lengkap dengan kebijaksanaan.

Privy 03

Hal tersebut menjadikan pengembangan fintech di Indonesia berbeda dengan yang lain. Banyak dari negara lain, meski tidak semua, regulatornya belum bisa ditetapkan secara spesifik, karena ada yang fokus kepada pengembangan teknologi, pengembangan fintech secara spesifik, ada juga yang khawatir dan sangat cemas terhadap isu-isu governance.

“Kami semua di OJK sangat kental dengan aspek good governance, risk management dan compliance. Bahkan lebih memberikan zona yang tenang dan berimbang di antara kedua sisi, dengan tentu juga mengutamakan dan menjamin pelayanan maupun perlindungan konsumen,” ungkap Mahendra.

Mahendra menambahkan, “Kami berharap dengan IFSE tahun ini kita memiliki tekad dan pemahaman lebih baik terhadap bagaimana peran signifikan dan strategis dari fintech baik dalam kancah kepentingan perekonomian dan pembangunan nasional maupun bagaimana kita mengelolanya dengan tepat, good governance dan juga compliance, dan di sisi lain supaya tidak memiliki keberpihakan.”

Tantangan teknologi di sektor keuangan

Privy juga menyelenggarakan panel diskusi pada hari pertama penyelenggaraan IFSE dan BFN 2024, Selasa (12/11). Diskusi dengan tema “Advanced Fraud Detection for P2P Lending Platform” itu menghadirkan Marshall Pribadi (CEO Privy), Jimmy Muhamad (Komisaris Utama PT Indonesia Fintopia Technology/EASYCASH), Anugrah Pratama (Partner Ernst & Young Parthenon), dan Adief Razali (Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Keuangan Lainnya). Acara menarik ini dimoderatori oleh Kuseryansyah, Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Marshall Pribadi, CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum IV Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyoroti tantangan teknologi di sektor keuangan makin mengkhawatirkan dengan maraknya artificial intelligence (AI).

“Masalah sekarang ini, deepfake video dengan generated AI sudah mengerikan sekali. Perkembangannya sangat smooth sehingga makin lama deepfake protection juga akan kewalahan menghadapi deepfake AI hasil video yang sangat mulus,” kata Marshall.

Saat ini, kata Marshall, hanya dengan bermodal foto KTP kita yang sudah beredar, dengan deepfake video tadi, kesempatannya cukup besar data pribadi kita disalahgunakan untuk membuka satu akun sebagai borrower di suatu platform.

“Solusi yang diperlukan adalah user-centric digital identity, di mana untuk membuka akun – bukan hanya bermodalkan foto KTP, tapi harus memiliki identitas digital berbasis elektronik,” ungkap Marshall.

Marshall menambahkan, dengan identitas digital berbasis user-centric, apabila pengguna tercatat melakukan fraud di salah satu platform P2P dan mencoba untuk membuka akun di platform keuangan lainnya, maka catatan fraud-nya akan bisa terdeteksi.

Privy 04

Fraudster itu, Marshall menjelaskan, adalah sindikat terorganisir dan bekerja sama dengan federated digital identity neutral third party, segala attempt fraud yang bukan hanya menyerang satu platform, melainkan alamat email, nomor ponsel, dan lainnya bisa diagregasi sehingga mencegah terjadinya fraud.

Apabila tidak diberi efek jera, para fraudster akan terus mencoba untuk melakukan tindak kejahatan. Efek jera yang paling sederhana adalah dengan memakai tanda tangan tersertifikasi, di mana UU ITE mengamanatkan sertifikat elektronik ini juga berfungsi sebagai identitas digital.

“Salah satu efek jera yang dapat dilakukan yaitu membekukan identitas digital pelaku sehingga tidak dapat membuka akun di platfrom keuangan digital lainnya,” tutup Marshall.

Momen IFSE dan BFN 2024 juga melibatkan Privy dalam peristiwa penting seperti penandatanganan pakta integritas AFTECH dan AFPI, serta kesepakatan strategis antara JULO dan Privy.

Dalam rangkaian kegiatan IFSE dan BFN 2024, Privy juga menghadirkan SINERGY ZONE di booth Privy dengan menghadirkan produk unggulan mitra-mitra strategis pada sektor jasa keuangan seperti Bank Mandiri (banking), Gadai Efek by Pegadaian (pembiayaan), EasyCash (P2P lending), dan BRI Danareksa Sekuritas (sekuritas).

Marshall juga sangat gembira dengan penunjukkan Privy sebagai Official Digital Signature Partner dalam IFSE dan BFN 2024. Privy bangga karena teknologi layanan tanda tangan elektronik yang telah dipakai lebih dari 53 juta pengguna terverifikasi tersebut dimanfaatkan para pelaku industri keuangan selama kegiatan berlangsung.

Tags: , , , , , , ,


COMMENTS