Mobitekno – Aktivitas online memang menyenangkan. Anda tinggal buka PC atau smartphone, semua informasi dan kebutuhan Anda bisa dipenuhi dari sana. Namun, tingkat kewaspadaan harus tetap ada saat beraktivitas online. Ada banyak hacker mengintai target yang lengah di dunia maya. Jangan sampai tingkat kepercayaan diri yang berlebihan saat beraktivitas online malah menjadi bemerang. Buktinya, selama tahun 2017 saja, US$ 172 Miliar berhasil dicuri oleh hacker dari para konsumen online yang lengah. Kenyataan ini berdasarkan dari laporan Norton Cyber Security Insight 2017 yang dirilis Symantec belum lama ini.
Dari laporan Symantec tersebut juga diinformasikan bahwa para korban kejahatan siber memiliki profil yang sama. Selain masih menggunakan password yang sama untuk beberapa account sekaligus, 39 persen korban kejahatan juga masih tetap percaya diri dengan kemampuannya dalam hal keamanan ber-internet. Padahal mereka sudah pernah menjadi korban hacker. Bahkan, 33 persen masih percaya bahwa dirinya memiliki risiko yang sangat kecil untuk menjadi korban kejahatan siber.
Dari laporan Internet Security threat Reports (ISTR) ke-23 juga menyebutkan bahwa permintaan tebusan dari gangguan ransomware di 2017 telah diubah sehingga lebih rendah dari tahun 2016. Namun begitu, gangguan pada perangkat mobile semakin meningkat. Terbukti, ada 24 ribu aplikasi mobile berbahaya diblokir setiap harinya.
“Meskipun terjadi gelombang rentetan kejahatan siber yang stabil yang dilaporkan oleh media, terlalu banyak orang tampaknya merasa kebal dan tidak mengambil tindakan pencegahan dasar untuk melindungi diri mereka sendiri,” kata Chee Choon Hong, Director Asia Consumer Business Symantec. “Kejanggalan ini menyoroti kebutuhan akan keamanan digital konsumen dan pentingnya konsumen untuk mengerti dasar-dasar keamanan guna mencegah kejahatan siber,” lanjut Chee Choon Hong.
Di Indonesia sendiri, dari 1.388 konsumen yang disurvei, 78 persen pernah menjadi korban kejahatan siber dengan kerugian total hingga US$ 35 ribu. Ransomware, penipuan bank, dan spear phishing masih menjadi yang teratas dalam gangguan siber. Menurut ISTR, terjadi peningkatan 1,29% pada tahun 2016 menjadi 1,67% di tahun 2017.
Sayangnga, walaupun orang Indonesia banyak yang telah menerapkan langkah-langkah keamanan siber, masih banyak yang membiarkan pintu virtual tidak terkunci. Walaupun 40% suah menerapkan sistem ID sidik jari, 34% menggunakan pencocokan pola, 23% menggunakan VPN pribadi, 10% menggunakan ID suara, 18% menggunakan otentikasi dua faktor, dan 15% menggunakan pengenalan wajah, sangat memprihatinkan ternyata mereka masih kerap menggunakan password yang lemah sehingga risiko menjadi target kejahatan siber masih sangat besar.
Tags: Cyber Crime, ISTR, Laporan keamanan Norton, Norton Cyber Security Insight 2017