MOBITEKNO – Siapa cepat, dia dapat! Bisa jadi ini merupakan ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan apa yang tengah dialami para produsen di seluruh dunia dalam lanskap yang sangat kompetitif seperti sekarang ini. Para produsen tidak bisa lagi menggunakan pendekatan “lihat nanti” karena mereka menjumpai berbagai peluang dan tantangan yang ditimbulkan oleh konsep Industry 4.0. Industry 4.0 sesungguhnya bukan hanya sekedar konsep, namun merupakan sebuah kenyataan yang menentukan bagaimana para produsen mengotomatisasi dan mengadopsi teknologi yang menjadikan mereka lebih pintar.
Perekonomian suatu negara berkaitan erat dengan hasil manufakturnya. Menurut World Trade Organization, 80% aktivitas perdagangan global antar semua wilayah diklasifikasikan sebagai barang manufaktur, dibandingkan dengan 20% yang diklasifikasikan sebagai layanan. Tak mengherankan jika negara-negara di seluruh dunia masuk dalam arena persaingan yang kompetitif untuk menjadi pusat manufaktur berikutnya. Dan banyak negara di Asia Pasifik merupakan pesaing yang kuat.
Selama 20 tahun terakhir, Tiongkok telah menjadi industri yang sangat mapan untuk produksi berbiaya murah dan bernilai rendah, yang memasok komoditas harian mulai dari makanan hingga pakaian ke seluruh dunia. Seiring Tiongkok bergerak menuju manufaktur bernilai tinggi, peran sebagai produsen komoditas bernilai rendah pun terbuka. India, dengan pasar lokalnya yang begitu besar berjumlah 1,2 miliar konsumen, dan memiliki jumlah lulusan universitas dan insinyur yang sangat banyak, serta lingkungan kebijakan yang ramah, menunjukkan potensi untuk mengambil alih posisi Tiongkok dan menjadi raksasa manufaktur bernilai rendah dalam waktu dekat ini.
Negara-negara yang relatif maju seperti Australia, Jepang, Korea, dan Singapura telah mulai memproduksi komoditas yang kompleks dan inovatif. Singapura telah mempertahankan pertumbuhan manufaktur yang kuat selama 12 bulan terakhir hingga bulan Agustus, yang menunjukkan prediksi yang cemerlang bagi keadaan ekonomi negara di masa depan. Thailand tetap memiliki pijakan yang kuat dalam manufaktur bernilai tinggi, dan terus mengalami produksi yang stabil di industri otomotif, elektronik, makanan, dan bahan kimia. Sektor manufaktur Indonesia senantiasa menjadi kontributor PDB terbesar negara, meski mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir.
Meskipun negara-negara di Asia Pasifik ini tengah berada dalam tahap transformasi yang berbeda, namun semua negara tersebut mengincar adopsi teknologi untuk meningkatkan sektor manufaktur mereka. Tujuan mereka diungkapkan dalam temuan penelitian Manufacturing Vision Study Zebra Technologies.
Industry 4.0 akan mengubah segalanya bagi produsen
Salah satu wawasan utama dari penelitian tersebut adalah munculnya Industry 4.0 di kawasan Asia Pasifik. Hal ini mengacu pada pengembangan pabrik-pabrik pintar yang memberikan para produsen visibilitas yang dapat ditindaklanjuti atas operasi mereka di setiap tahap.
Para produsen akan mampu memperoleh visibilitas atas barang dagang mereka di setiap tahap produksi, dan status aset mereka baik melalui layanan proaktif maupun reaktif untuk mengurangi downtime. Selain itu, peningkatan visibilitas operasional akan memungkinkan para produsen untuk memastikan bahwa setiap karyawan mereka bertanggungjawab dan mengoptimalisasi produktivitas mereka di lingkungan pabrik. Dengan teknologi pintar, pabrik-pabrik pintar dapat memastikan bahwa proses perusahaan dan kepatuhan terhadap regulasi terpenuhi di sepanjang siklus manufaktur. Pada akhirnya, pabrik pintar juga mendapat keuntungan dari peningkatan keamanan dan keselamatan.
Untuk mencapai hal tersebut, para karyawan dan lingkungan pabrik dilengkapi dengan berbagai teknologi seperti teknologi wearable, konektivitas Internet of Things (IoT), solusi-solusi Radio-Frequency Identification (RFID) dan Real-time Locationing Systems (RTLS) guna memperoleh visibilitas atas setiap aspek operasi mereka, termasuk barang, aset, dan proses. Penelitian ini memperkirakan jumlah produsen di kawasan Asia Pasifik yang mendukung pabrik yang sepenuhnya terhubung akan meningkat hingga tiga kali lipat dalam lima tahun ke depan hingga mencapai 46% pada tahun 2022, jauh di atas rata-rata seluruh dunia.
Adopsi teknologi tidak dapat ditawar lagi
Meskipun ada kekhawatiran yang belum terjadi bahwa otomatisasi dan robotika pada akhirnya akan menggantikan pekerjaan-pekerjaan dengan keterampilan rendah di lingkungan pabrik, banyak pakar industri dan ekonom mengakui bahwa hal itu akan menjadi tren yang tidak dapat terelakkan lagi. Semakin cepat para produsen mengadopsi teknologi dan mulai meningkatkan keterampilan para pekerja mereka, semakin mudah transisi akan berlanjut.
Di pabrik-pabrik masa kini yang luas dan sibuk, melakukan segala hal secara manual dapat menjadi sesuatu yang menakutkan, serta sangat lambat, tidak efisien, dan rentan kesalahan. Semakin banyak pekerja pabrik mendelegasikan tugas-tugas mereka ke pembantu teknologi. Survei Zebra menunjukkan bahwa pada tahun 2022, 72% pabrik akan mempersenjatai para pekerja mereka dengan teknologi mobile seperti komputer, printer, dan pemindai genggam. Perangkat-perangkat mobile ini dapat membantu para pekerja dalam memperoleh dan merekam informasi, serta menghasilkan dan memberi label produk.
Teknologi wearable dan voice-directed juga tengah meningkat, di mana 65% dan 51% responden berencana untuk menerapkannya bagi para pekerja. Meskipun teknologi wearable relatif baru, namun teknologi ini memiliki potensi untuk memantau keselamatan dan lokasi pekerja di pabrik, sehingga memungkinkan para manajer operasional untuk segera menangani kejadian terkait keselamatan di tempat kerja dan mengalokasikan para pekerja secara lebih efektif pada tahap-tahap yang berbeda, yang menghasilkan peningkatan produktivitas.
Teknologi voice-directed, di sisi lain, terbukti populer bagi perusahaan-perusahaan besar yang mengelola pabrik-pabrik besar. Teknologi suara memungkinkan para pekerja untuk melakukan tugas dengan kedua tangan dan menerima atau memberi instruksi secara bersamaan sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Selain itu, banyak produsen besar juga mengandalkan teknologi suara guna berkoordinasi secara efisien untuk pengiriman just-in-time (JIT), yang biasanya sangat padat dan memerlukan banyak pekerja.
RFID, yang hampir mirip teknologi barcode dan merupakan building block IoT, juga memainkan peran penting dalam menghubungkan pabrik dari titik ke titik, sudut ke sudut, dengan memberikan suara digital ke setiap barang dan memungkinkan setiap barang tersebut “terdengar” sehingga dapat terlacak secara real time. Tag RFID dapat menyimpan lebih banyak informasi dibandingkan tag yang tercetak secara tradisional pada palet, di antaranya informasi tentang petunjuk kerja terperinci, bill of material (daftar kebutuhan material), dan nomor pelacakan, yang membantu para pekerja memindahkan barang dengan lebih baik melalui jalur produksi. Saat ini, RFID digunakan untuk memperbaiki ketepatan pemesanan dan ketertelusuran barang. Di tahun 2022, hanya akan ada 9% pabrik yang tidak menggunakan RFID.
RTLS juga semakin populer di kalangan produsen. Di masa lalu, para produsen hanya melacak produk mereka pada tahap proses barang masuk dan barang keluar saja sehingga sangat sulit untuk secara akurat menemukan sumber masalah kualitas jika hal tersebut terjadi. Cara ini berkontribusi pada pengeluaran yang tidak perlu untuk memperbaiki masalah ini sendiri. RTLS hadir untuk mengatasinya dengan memberikan solusi bagi proses produksi yang biasanya tak terjangkau dan tidak jelas, serta memantau permasalahan kualitas.
Kemampuan tersebut bukanlah satu-satunya keunggulan RTLS. Para produsen juga dapat menerapkan RTLS untuk mengumpulkan data-data penting tentang aset termasuk lokasi, tahap, dan kondisi, yang merupakan informasi yang dapat ditindaklanjuti bagi para manajer pabrik guna mengambil keputusan bisnis yang lebih baik. Data-data ini juga dapat dikirim dengan cepat ke para pemasok baik internal maupun eksternal sehingga mereka dapat merespons permintaan penambahan stok atau lonjakan permintaan dengan cepat. Tidak mengherankan jika di tahun 2022, lebih dari 55% pabrik akan dilengkapi dengan RTLS.
Kesimpulan
Industri manufaktur bukan lagi hanya tentang membuat barang. Industri manufaktur di masa depan akan mampu membuat barang-barang berkualitas tinggi tepat di saat barang-barang tersebut dibutuhkan, dan bahkan di tempat di mana barang itu dibutuhkan (melalui pencetakan 3D). Para produsen juga perlu untuk terus melakukan diversifikasi varian produk mereka, yang akan menambah kompleksitas produksi. Dengan tren-tren seperti mobilitas, robotika, otomatisasi, dan IoT, persaingan semakin memanas di industri manufaktur.
Di tahun 2022, separuh dari produsen di Asia Pasifik akan memiliki pabrik pintar, dibandingkan dengan sepertiga yang merupakan angka rata-rata di seluruh dunia. Apakah Anda siap untuk berhasil dengan mengubah operasi Anda menjadi perusahaan enterprise yang cerdas, atau apakah Anda akan memilih untuk tertinggal?
Tags: Jason Low, Zebra, Zebra Technologies