MOBITEKNO – Pemerintah Indonesia boleh-boleh saja ingin mewujudkan kereta cepat via High Speed Rail (HSR) untuk melancarkan jalur transportasi Jakarta – Bandung. Pentingnya kelancaran lalu lintas antar-kedua kota besar ini bahkan pernah diungkapkan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa kemacetan berkala di jalur tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 35 triliun setiap tahun.
Lain Indonesia, lain pula AS. Negara adidaya yang sudah sejak tahun 60-an telah memiliki jalur HSR mulai memikirkan alternatif moda transportasi lainnya yang lebih canggih. Salah satu yang dijagokannya adalah Hyperloop.
Konsep transportasi super cepat Hyperloop yang awalnya digembar-gemborkan CEO Teskla dan SpaceX, Elon Musk, didasarkan pada metode levitasi magnetik pasif (passive magnetic levitation). Metode ini sendiri digagas pertama kali oleh Richard Post beserta tim dari Lawrence Livermore National Labs.
Gagasan Richard Post ini tampaknya bukan sekadar impian karena mulai diwujudkannya oleh startup bernama Hyperloop Transportasi Technologies (HTT). Selama setahun ini, HTT telah bekerjasama dengan tim Dr. Richard Post dalam mengembangkan dan membangun sistem tes dengan teknologi Hyperloop. Selain startup HTT, masih ada pula startup rival Hyperloop lainnya yang Hyperloop One (sebelumnya bernama Hyperloop Technologies atau HT).
Hyperloop One bahkan telah melakukan uji open-air propulsion pertamanya yang dianggap sukses di Las Vegas, Nevada belum lama ini. Pada tes yang disaksikan beberapa media ini, Hyperloop belum mengusung teknologi tercanggih (masih menggunakan trek railroad, kereta baja, dan roda standar).
Sejauh ini HTT belum melakukan pengujian seperti halnya Hyperloop One. Mereka hanya mengeluarkan pernyataan penting mengenai kelayakan teknologi Hyperloop sebagai moda transportasi. Menurut mereka, teknologi HTT selain lebih aman juga lebih murah dari teknologi kereta berkecepatan tinggi konvensional yang ada selama ini.
Bibop Gresta, COO HTT, meyakinkan bahwa dengan menerapkan sistem passive magnetic levitation dan bukannya sistem active magnetic levitation (seperti pada kereta cepat maglev), mereka dapat mengeliminisi kebutuhan akan power stations spanjang trek hyperloop.
Sistem yang disebut sebagai Inductrack ini dianggap Gresta lebih menjanjikan dari teknologi MagLev yang saat ini diterapkan pada beberapa kereta cepat di Cina dan Jerman. Selain lebih ekonomis, nilai jual lainnya dari Hyperloop dan Inductrack ini adalah faktor keamanan.
Menurutnya, levitasi hanya terjadi saat kondisi bergerak. Masalah daya tidak akan membawa risiko tinggi pada Hyperloop pod (gerbong/wagon) karena akan menyentuh permukaan setelah masuk pada kecepatan minimum.
Tags: active magnetic levitation, High Speed Rail (HSR), Hyperloop, Hyperloop One, Hyperloop Technologies (HT), Hyperloop Transportasi Technologies (HTT), Maglev, passive magnetic levitation