MOBITEKNO – Hasil survey yang dirlilis oleh Norton by Symantec, mengungkapkan bahwa generasi millenial, generasi yang lahir di era 90an, atau generasi yang lahir di era digital, justru sangat rentan terhadap kejahatan cyber. Sementara generasi yang baru melek teknologi atau disebut baby boomers justru dipandang lebih aman terhadap kejahatan Cyber.
Salah satu penyebab hal diatas adalah karena kebiasaan para pengguna internet berbagi password kepada orang lain. Pernyataan diatas didasarkan pada hasil Norton Cybersecurity Insight Report yang dilakukan di Indonesia pada periode Februari 2015 hingga Januari 2016.
Norton Cybersecurity Insights Report adalah sebuah survei online terhadap 21.302 pengguna perangkat mobile yang berusia 18 tahun ke atas di 21 negara, yang dilaksanakan oleh Norton by Symantec dan dipublikasikan oleh lembaga riset Edelman Berland and Morar Consulting. Tingkat kesalahan untuk total sampel adalah +/- 0,75%. Sampel di Indonesia mencerminkan hasil dari 1.074 pengguna perangkat mobile di Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas. Tingkat kesalahan adalah +/- 3,0% untuk total sampel di Indonesia. Data yang dikumpulkan pada bulan Februari 2016 oleh Morar Consulting.
"Berdasarkan survei yang kami lakukan terhadap 1.000 sampel di Indonesia, sebanyak 36 persen dari mereka ternyata masih sering berbagi informasi pribadi seperti password e-mail. Nah, di antara orang yang saling berbagi password tersebut 47 persen adalah kaum millenial," ungkap Direktur Norton Consumer and Small Business Kawasan Asia Choon Hon Chee, saat memaparkan hasil survey tersebut di Jakarta, Selasa (8/2/2016).
Menurut Chee, meski generasi baby boomers juga memiliki kecenderungan membagikan password mereka, namun, dari hasil survei diketahui bahwa generasi baby boomers hanya 19 persen membagikan password dibandingkan dengan generasi millenial yang lebih sering sharing password.
Chee juga mengungkapkan bahwa , kebiasaan membagi password ini membuat pengguna internet rentan terkena kejahatan cyber. Hasil survei menunjukan bahwa, dampak kejahatan online ini mencapai angka 25.452.463 orang dengan rata-rata membuat korbannya menderita kerugian hingga Rp 7,6 juta per orang.
Apabila angka tersebut diakumulasikan, nilai kerugian total mencapai 194,6 triliunrupiah. Angka yang cukup mencengangkan akibat kebiasaan buruk berbagi password.
Dampak kerugian lain dari kejahatan cyber tersebut adalah kerugian dari segi emosional. “Hasil survei kami mengungkapkan, 5 dari 10 orang (52 persen) korban konsumen kejahatan cyber di Indonesia merasa frustasi setelah menjadi korban," ungkap Chee menambahkan.
“Penjahat cyber tidak menyerah. Mereka menggunakan teknik yang semakin canggih untuk mencuri informasi pribadi konsumen, seperti password, informasi kontak, dan otentifikasi perbankan untuk mengisi pundi-pundi mereka. Sementara konsumen di Indonesia beradaptasi dengan dunia digital yang cepat berkembang, kami mendorong mereka untuk mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi informasi mereka secara online dan tidak pernah merasa puas dengan keamanan,” ujar Chee lagi.
Dari hasil survey tersebut terungkap pula beberapa kegiatan yang juga berisiko kejahatan online diantaranya adalah belanja online. 42 persen pengguna internet dilaporkan pernah mengalami kejahatan online dalam satu tahun terakhir
"Sebanyak 55 persen orang Indonesia percaya, informasi kartu kredit mereka lebih mungkin dicuri setelah belanja online," katanya.
Oleh karenanya menurut Chee, pihaknya terus mengingatkan untuk selalu menjaga keamanan dalam kegiatan online para pengguna internet. Diantaranya adalah dengan memilih password yang unik, cerdas, dan aman untuk setiap akun online yang anda miliki. Hapus email dari pengirim yang tidak Anda kenal, dan jangan klik lampiran atau link pada email yang terlihat mencurigakan.
Dengan hasil survey diatas, mengingatkan pada kita agar terhindar dari kejahatan cyber, yaitu dengan tidak berbagi password kepada siapapun, kecuali berbagi dalam konteks amal atau sedakah.
Tags: Cyber Criminal, Norton, Norton Insight, Symantec