Mobitekno – Setelah berhasil meluncur menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS (International Space Station) dengan menggunakan roket Falcon 9 dari SpaceX pada 27 November 2022 lalu dari NASA Kennedy Space Center, Florida, satelit nano pertama karya anak bangsa Surya Satellite-1 (SS-1) berhasil dilepaskan dari ISS menuju orbit LEO (Low Earth Orbit) dengan modul deployer (Modul JSSOD) milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) pada .
Acara pelepasan Surya Satellite-1 (SS-1) menuju orbit LEO tersebut diselenggarakan secara hybrid di Gedung BJ Habibie BRIN, Jakarta dan Tsukuba Space Center, Jepang (6/1/2023). Pelepasan SS-1 menuju orbit ini, membuat satelit tersebut akan beroperasi di ketinggian 400-420 km di atas permukaan bumi dengan sudut inklinasi 51,7 derajat.
Peluncuran satelit nano pertama di Indonesia menjadi titik awal pembuktian bahwa ilmuwan muda Indonesia telah berhasil menorehkan sejarah besar dalam pencapaian industri antariksa nasional.
Peluncuran satelit nano relatif baru di Indonesia, karena mayoritas yang beroperasi dan dipakai saat ini satelit mikro. SS-1 sendiri merupakan satelit nano atau cubesat yang berukuran 10 x 10 x 11.35 cm dengan berat 1 hingga 1,3 kg, lebih kecil dari satelit mikro atau tubesat yang biasanya berbobot 50-70 kg.
“Melalui satelit nano ini, kami ingin menunjukkan bahwa luar angkasa itu bisa dijangkau. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, namun dengan semangat membangun Indonesia, kami terus maju,” pungkas Setra.
Disampaikan Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko bahwa capaian ini diharapkan dapat memberi motivasi generasi muda Indonesia untuk tertarik pada dunia riset khususnya pengembangan teknologi satelit. “Negara kita merupakan negara kepulauan yang terbentang luas dan semua tahu, kita membutuhkan lebih banyak lagi satelit khususnya untuk keperluan penginderaan jauh,” katanya.
Handoko juga menyampaikan bahwa BRIN mendorong dan mendukung pengembangan satelit nano lainnya dari pihak industri maupun universitas, dengan berbagai kebutuhan diantaranya seperti komunikasi radio dan internet of things (IoT), bahkan penginderaan jauh.
Proyek SS-1 diinisiasi oleh teknisi muda Indonesia dari Surya University yaitu Hery Steven Mindarno, Setra Yoman Prahyang, M. Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma.
Proyek kolaborasi dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) ini didukung penuh oleh BRIN melalui Pusat Riset Teknologi Satelit (dahulunya disebut Pusat Teknologi Satelit LAPAN) berupa bimbingan ahli satelit dimulai dari tahap desain, manufaktur, perangkaian, hingga pengujian satelit. Selanjutnya juga dukungan kolaborasi multi-pihak bersama PT. Pasifik Satelit Nusantara, PT. Pudak Scientific, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
SS-1 merupakan satelt nano (cubesat) dengan dimensi 10 x 10 x 11,35 cm, Bobot beratnya sebesar 1 hingga 1,3 kg. Setelah berhasil dilepaskan, SS-1 akan beroperasi di ketinggian 400-420 km di atas permukaan Bumi dengan sudut inklinasi 51,7 derajat.
Satelit nano memiliki misi utama untuk mendukung Automatic Package Radio System (APRS) yang dibutuhkan untuk komunikasi radio amatir dan juga difungsikan untuk komunikasi dan deteksi bencana. Dengan kata lain, satelit ini dapat difungsikan untuk mengirimkan teks untuk informasi seputar bencana, tinggi permukaan air, hingga deteksi asap saat terjadi kebakaran hutan.
Menurut informasi, satelit nano ini yang didesain ini akan mengorbit selama kurang lebih satu tahun. Setelah itu, satelit akan jatuh menuju bumi dan tidak menjadi sampah luar angkasa. Karena ukurannya yang tidak terlalu besar, bangkai satelit SS-1 nantinya akan hancur sendiri terbakar lapisan atmosfer.
Tags: BRIN, JAXA, Lapan, ORARI, satelit nano, SS-1, Surya Satellite-1, Surya University