Mobitekno – Rencana Pemerintah Indonesia membangun peta jalan bagi industri mobil listrik nampak mengalami kesulitan yang serius setelah hasil riset dari World Bank yang bertajuk “Global Economic Risks and Implications for Indonesia” terpublikasi.
Dalam laporan tersebut, Indonesia tidak bisa ekspor mobil listrik karena tidak menjadi bagian dari rantai pasok global.
“Ekspor mobil perlu menjadi bagian dari rantai pasok terintegrasi di beberapa negara. Indonesia tidak terhubung ke sana,” jelas World Bank dalam risetnya, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (4/9).
Indonesia tidak masuk dalam rantai pasok global ekspor manufaktur dikarenakan beberapa alasan. Pertama, impor bahan baku untuk memproduksi barang ekspor terlalu mahal, memakan waktu dan diskresi non tarif yang terukur.
Kedua, ekspor tidak kompetitif karena mayoritas input dikenakan tarif impor. Contohnya tarif 15% untuk ban, 10% untuk kabel igniters, serta tarif 15% untuk kumparan dan baut.
Ketiga, Indonesia tidak memiliki tenaga ahli yang cukup dalam bidang Production Engineer, Process Engineer, Desain Engineer, Production Planning serta Inventory Control dan HR Manager.
Keempat, pembatasan Penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Invesment (FDI) karena aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang membuat biaya logistik menjadi lebih tinggi dan kelistrikan lebih mahal dan masih belum bisa diandalkan ke timbang negara tetangga.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menuturkan, pemerintah tengah menyusun peta jalan agar Indonesia bisa menjadi pemain global (global player) dalam industri mobil listrik.
“Ini sedang disusun ya (peta jalannya), dan saya berharap kalau bisa dalam lima tahun ini kita sudah jadi global player dan itu tidak ada masalah,” ujar Luhut dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, pekan lalu.
Ia menuturkan, dalam hal baterai lithium, saat ini sudah mulai ada investasi ke pembuatan katoda.
“Sudah ada yang taruh US$ 1 miliar, sampai US$ 3-4 miliar juga. VW juga sudah kerja sama, mau masuk dengan catatan ada jaminan supply low grade nikel. LG juga demikian, kemudian juga Panasonic, Tesla juga gitu. Mobil listrik sekarang Hyundai juga sudah (masuk), nah selain Hyundai siapa saja silahkan,” jelas Luhut.
Adapun, Luhut juga menegaskan, pemberian izin impor untuk komponen mobil listrik sifatnya hanya sementara dan tidak berkesinambungan. Hanya untuk proses pembangunannya saja.
“Jadi, itu hanya terjadi selama proses pembangunan dengan kuota yang jelas dan kontrol jelas, itu saja. Kita kan tidak bodoh-bodoh amat. Tidak maulah kita, di era keterbukaan ini, sekali kita buat policy yang salah, anak cucu kita nanti yang akan disumpahserapahi,” imbuhnya.
“Jadi, kalau kita ganti dengan mobil listrik, transportasi publik, sepeda motor, akan dikasih insentif yang motor listrik. Ini dampaknya itu panjang, maka jangan hanya lihat kantong kamu sesaat saja ‘duh rugi nih’, tapi kamu lupa policy ini punya dampak luas,” pungkas Luhut.
Tags: Global Economic Risks and Implications for Indonesia, Pemerintah Indonesia, publikasi World Bank, Roadmap industri mobil listrik