Mobitekno – Adanya pandemi yang hingga saat ini belum berakhir membuat banyak perubahan dalam cara hidup masyarakat dunia. Mulai dari cara kita bekerja, menjalani kehidupan, serta cara kita menggunakan layanan menjadi berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelum pandemi. Pada dua tahun terakhir, perusahaan harus beradaptasi dengan cepat atau kehilangan bisnis mereka. Maka makin banyak perusahaan yang menerapkan sistem kerja remote. Mereka juga merilis tool layanan digital yang ekstensif untuk menjangkau pelanggan. Proses pembaruan dan peningkatan infrastruktur yang sudah ada sejauh ini telah berjalan dengan agile dan reaktif.
Saya percaya bahwa saat ini kita berada di persimpangan, di mana para CIO menyadari bahwa untuk bertahan dan berkembang di era baru ini, mereka harus memikirkan kembali bagaimana perusahaan berevolusi dan memanfaatkan data, teknologi serta proses secara strategis, supaya dapat memberikan customer value secara lebih self-sufficient, otonom dan terukur. Banyak kapabilitas yang sangat dibutuhkan untuk mendukung peralihan ke perusahaan yang ‘self-driving’, namun menurut saya ada tiga tren fundamental yang patut dipertimbangkan saat merencanakan sebuah transisi yang sukses.
Megatren ‘Data Gravity’ memang sedang mengakselerasi peralihan ke arsitektur yang distributed data-centric dan memindahkan pemrosesan data ke edge. Ketika interaksi yang dimungkinkan oleh teknologi digital menjadi kenormalan baru, didukung teknologi-teknologi baru seperti 5G dan perangkat IoT, perusahaan tidak hanya menghasilkan lebih banyak data, tapi data ini juga kebanyakan dihasilkan oleh sistem yang sensitif terhadap latensi di luar pusat data atau di public cloud. Selain itu, kemajuan dalam analitik dan machine learning telah memungkinkan perusahaan membenamkan workflow intelligence ke dalam solusi digital mereka, yang juga memproduksi banyak data melalui pengayaan, agregasi dan integrasi data. Melihat tren ini, Gartner memperkirakan bahwa perusahaan sekarang menghasilkan dan memproses hanya 10% dari data mereka di luar fasilitas yang tersentralisasi seperti itu.
Namun diprediksi pula bahwa persentase itu akan naik hingga 75 persen sampai tahun 2025. Ini berarti, pemindahan data akan semakin sulit dan mahal, di mana arus data mengalir berbalik dan peningkatan pemrosesan serta penyimpanan data kini terjadi di edge. Tren data gravity ini membutuhkan arsitektur yang data sentris, didukung strategi modernisasi infrastruktur hybrid IT yang memperluas cloud ke connected data exchange yang ada di edge dan lebih dekat ke point of presence, sekaligus memanfaatkan model operasional yang konsisten untuk memudahkan transisi yang cepat. Di Asia Pasifik khususnya, pengadopsian komputasi edge bakal meningkat pesat pada tahun-tahun mendatang, dengan pertumbuhan terakselerasi 31,1 persen pertahun untuk total addressable market cap sebesar US$45,32 miliar selama 2021-2030. Sebagian besar didorong modernisasi sektor manufaktur dan digitalisasi layanan keuangan yang semakin berkembang di kawasan ini.
Data dan AI/ML yang cepat mendukung peralihan menuju smart hyper automation dengan AIOps
Dengan bergeraknya operasional bisnis menuju edge, maka lebih banyak value bisa dipetik dari streaming data mentah secara real time dan mengubahnya menjadi informasi yang bisa ditindaklanjuti. Perusahaan yang mau mendesain kembali workflow dan proses kerja mereka bisa mengaplikasikan teknologi-teknologi canggih termasuk artificial intelligence (AI) dan maching learning (ML) untuk mengotomatisasi proses dan augment human. Ini berlaku tidak hanya untuk memberikan inovasi pada proses customer engagement dan delivery, tetapi juga untuk fungsi pendukung internal utama seperti Operasional IT, Keuangan, Sumber Daya Manusia, dan Legal & Compliance.
Khususnya di Operasional IT, adanya sebuah platform tunggal yang AI-powered yang mendukung konvergensi otomatisasi di berbagai bidang (ITOps, DevOps, DataOps, MLOps) dapat mendukung otomatisasi yang canggih, terintegrasi, dan self-learning untuk melakukan berbagai tugas seperti manajemen kapasitas, penyimpanan dan pencadangan, manajemen keamanan, manajemen konfigurasi aplikasi dan code deployment. Pada gilirannya hal ini mengurangi interaksi manusia dan meningkatkan level kualitas layanan serta peningkatan proses menuju pengelolaan lingkungan IT yang semakin rumit dan terdistribusi.
Everything-as-code membantu memungkinkan self-driving yang senantiasa compliance
Secara tradisional compliance terhadap peraturan eksternal dan kebijakan internal sudah diraih melalui proses manual dan kompleks yang human-driven, melibatkan berbagai panduan yang terdokumentasi, checklist, buku pedoman operasi dan otomatisasi parsial melalui manajemen konfigurasi dan pipeline DevOps, dan cenderung melibatkan beberapa fungsi di perusahaan. Dengan pendekatan everything-as-code, perusahaan yang ingin memperluas pendekatan pengembangan aplikasi ke semua aspek teknologi operasional dengan mendefinisikan dan mengkodifikasi infrastruktur, pipeline software delivery dan manajemen layanan aplikasi. Sebagai contoh, rantai pasokan software yang makin dibidik oleh serangan siber, bisa diamankan dengan verifikasi otomatis dan pengesahan yang sudah built-in. Atau compliance rule bisa dikembangkan, ditentukan seperti apa baiknya, sehingga kondisi sistem yang relevan bisa terus dimonitor dengan proses yang self-correcting, ini akan memberikan efisiensi yang besar bagi organisasi IT.
Tahun-tahun mendatang seharusnya jadi titik balik bagi pembicaraan mengenai ekosistem hybrid cloud ketika semakin banyak perusahaan yang memperluas lingkungan teknologi mereka ke edge melalui pendekatan arsitektur yang data sentris. Melalui compliance yang terus menerus, teknologi dan standar opensource yang terus berkembang dan memungkinkan otomatisasi yang sangat cerdas melalui pendekatan terkelola akan membantu CIO menerapkan teknologi yang terstandarisasi di mana pun. Hal ini memungkinkan pengembangan inovasi digital dengan berada di tahap di mana pengguna bisnis memiliki pandangan operasional yang end-to-end dan real-time terhadap sistem internal mereka. Ini akan membantu perusahaan dengan self-driving yang sukses untuk semakin mengotomatisasi pengambilan keputusan operasional dan fokus pada keputusan yang lebih strategis berdasarkan data, serta meraih efisiensi operasional yang jauh lebih besar untuk memberikan layanan yang superior kepada pelanggan mereka.
Oleh: Vincent Caldeira, Chief Technologist (FSI), Red Hat Asia
Tags: Red Hat, Tren Teknologi 2022