Mobitekno – Setelah beberapa tahun ini gencar melakukan sosialisasi teknologi IoT-nya di Idnonesia, Sigfox Indonesia akhirnya secara resmi meluncurkan jaringan 0G untuk perangkat Internet of Things (IoT) di Indonesia. Selain mendorong pemanfaatan IoT di berbagai industri, Sigfox juga ingin mendukung Indonesia perjalanannya menuju Revolusi Industri 4.0.
Seperti diketahui, jaringan 0G merupakan jaringan nirkabel berdaya rendah, berbiaya murah, dan aman untuk mengirim/menerima data antara berbagai perangkat IoT (machine to machine/M2M). Sebagai pencetusnya, Sigfox sejauh ini sudah menghadirkan teknologi 0G ini di 65 negara.
Menurut proyeksi Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI), Indonesia akan membutuhkan sekitar 400 juta perangkat IoT pada 2022 untuk mendukung perkembangan industri di berbagai sektor. Jumlah yang tidak sedikit ini membutuhkan teknologi jaringan yang memadai, efektif sekaligus efisien seperti Sigfox.
Selain Sigfox, standar teknologi jaringan IoT yang saat ini sudah tersedia adalah LoRa dan NB-IoT. Standar yang terakhir diusung oleh 3GPP yang selama ini mengembangkan protokol mobile telephony GSM, 3G, 4G, dan 5G.
“Kekuatan terbesar IoT adalah kemampuannya. Ketika kita menelusuri sesuatu, kita bisa mendapatkan hasil jelas dalam pengambilan keputusan yang cepat,” ungkap Johnny Swandi Sjam, CEO Sigfox Indonesia di Rarampa Restaurant, Jakarta (18/02/2020).
Johnny yang baru saja menggantikan Irfan Setiaputra (kini menjadi Dirut Garuda Indonesia) melihat kemampuan jaringan IoT sudah selayaknya dihadirkan dan dikembangkan di Indonesia. Ia berharap hadirnya jaringan yang resmi diluncurkan tanggal 20 Februari ini dapat menjadi solusi yang efektif dan efisien dalam berbagai kebutuhan data perusahaan, termasuk untuk pengambilan keputusan/kebijakan.
“Kami berfokus menciptakan sistem IoT yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat Indonesia dan menjawab kebutuhan dari berbagai sektor Industri,” ujarnya. Sigfox juga berusaha melebarkan industri serta konsumennya diluar industri manufaktur dan bisnis. Industri seperti pengembangan pertanian, perikanan, serta menjadi sektor yang sangat diperhatikan. Ia berharap teknologi IoT dapat diimplementasikan pada kebutuhan-kebutuhan sektor tersebut.
Selain itu, Kurnianto E.Sanggono, Chief Marketing Sigfox Indonesia menjelaskan kesiapan Sigfox Indonesia telah didasari pada kesiapan perangkat aplikasi serta system integrator. Hal ini juga diperkuat dengan peluang lebih dalam pengembangan fungsinya yang menyesuaiakan permintaan terhadap ekosistem Sigfox. “Sensor sudah, jaringan juga sudah ada, kami siap,” ujarnya.
Dari segi sumber daya manusia (SDM), Sigfox Indonesia telah berkolaborasi dengan beberapa pihak, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB). Hal ini menjadi bentuk nyata dalam pengembangan jangka panjang, sehingga dapat tercapai kesiapan serta potensi SDM yang memadai. Sebelumnya, akhir tahi 2019, Sigfox Indonesia juga memprakarsai program Sigfox Build untuk mewadahi para pembuat atau produsen piranti sensor dan pengembang aplikasi.
Sebagai langkah awal, Sigfox Indonesia menawarkan dua perangkatnya, yaitu Personal Tracker dan Wallet Tracker. Personal Tracker berfungsi untuk melacak kendaraan pribadi dan kendaraan industri. Sedangkan untuk Wallet Tracker berfungsi sebagai tanda pengenal karyawan yang dapat dipantau melalui aplikasi.
Sebagai perusahaan internasional yang bermarkas di Peranci, Sigfox bertujuan juga mengerakan model bisnis pada berbagai layanan digital. Sejak berdiri tahun 2010, Ludovic Le Moan sebagai CEO & Co-Founder Sigfox Global, menyatakan keinginan Sigfox untuk menghubungkan 1 miliar piranti hingga tahun 2023 nanti. Ini sejalan dengan komitmennya untuk terus membangun ekosistem IoT yang berkelanjutan di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.