January 18, 2020

Seputar Polemik Netflix – Antara Bisnis, Regulasi, dan Norma Sosial

Penulis: Karyo | Editor: Rizki R

[section_title title=”Penyebab Kontroversi Netflix”]

Sejak resmi menghadirkan layanannya di Indonesia, kehadiran Netflix terus menuai kontroversi. Beberapa hal yang menjadi penyebab kontroversi tersebut diantaranya adalah:

1. Adanya konten negatif Penyebab utama adanya polemik Netflix adalah karena banyaknya konten negatif yang ada di tayangan layanan penyedia video on demand tersebut. Konten negatif yang disajikan Netflix tersebut dinilai tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa, terutama soal pornografi, SARA dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).

Indonesia sendiri memiliki payung hukum terhadap konten-konten yang melanggar kesusilaan, termasuk pornografi. Mulai dari pasal 27 ayat 1 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE hingga UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi.

Tentunya peraturan perundang-undangan tersebut berlaku secara menyeluruh, tak terkecuali Netflix. Walhasil, sejumlah ISP seperti TelkomGroup pun melakukan pembatasan akses terhadap layanan Netflix.

TelkomGroup, sebagai operator telekomunikasi dengan jumlah pelanggan terbesar di Indonesia sejak tahun 2016 hingga saat ini masih membatasi akses terhadap layanan Netflix di jaringannya, baik mobile di Telkomsel maupun fixed broadband di IndiHome dan Wifi.id. Ada beberapa hal yang menjadi concern Telkom saat itu, diantaranya memastikan konten yang dikonsumsi masyarakat aman dan jaminan kenyamanan layanan bagi pelanggan.

Ferdinandus Setu (Nando), Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, mengungkap ketika Netflix ingin beroperasi di Indonesia harus menutup akses terhadap konten-konten pornografi.

“Kalau mereka (Netflix) mau beroperasi di Indonesia harus mematikan konten yang pornografi tadi, agar enggak bisa diakses di indonesia,” ujarnya.

Menurut Ferdinandus, penutupan akses pornografi dilakukan tak hanya sepihak. Artinya, harus ditutup untuk semua pihak, baik anak-anak maupun dewasa. Dirinya juga menegaskan setiap platform harus mengikuti payung hukum yang berlaku di Indonesia. Setidaknya, perlu ada komitmen dari platform untuk memblokir konten yang memuat pornografi.

2. Netflix tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia seusai aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang mewajibkan pemain seperti Netflix harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Selain mengandung banyak konten negatif, status badan hukum Netflix tidak jelas. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik No. 80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia. Disamping itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Peraturan ini menjabarkan tentang kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital.

Sebagai penyedia layanan konten digital Netflix juga harus mengikuti aturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia seperti badan hukum dan kantor mereka harus tersedia di Indonesia. Namun kenyataannya Netflix sampai saat ini belum mau menuruti perundang-undangan yang ada di Indonesia seperti kewajiban mereka untuk memiliki badan hukum Indonesia atau BUT dengan membuka kantor perwakilan di Indonesia.

3. Negara mengalami kerugian sebesar Rp629,74 miliar dengan tidak adanya BUT Netflix. Dengan belum memiliki BUT, Netflix pun bebas melenggang dari aturan pajak. Bahkan tidak pernah melaporkan keuangan perusahaannya. Padahal jelas-jelas perusahaan asal negeri Paman Sam itu, berbisnis di Indonesia. Mengutip data Statista, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019.

Bahkan pelanggannya diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2020 ini menjadi 906.800. Kendati demikian, pembayaran oleh pelanggan itu mengalir deras ke anak perusahaan Netflix di Belanda, yaitu Netflix International B.V. Dengan asumsi paling konservatif, dimana 481.450 pelanggan di Indonesia berlangganan paket paling murah, maka Netflix B.V. meraup Rp 52,48 miliar per bulan. Artinya, selama setahun Indonesia sudah merugi Rp 629,74 miliar. Uang sebesar itu dengan mudah mengalir ke Negeri Kincir Angin.

4. Netflix Tidak sejalan dengan Regulasi Indonesia
Pembatasan akses terhadap layanan Netflix oleh operator tertentu bukan karena praktek persaingan usaha yang tidak sehat maupun diskriminasi oleh operator tersebut kepada Netflix, tetapi karena pemberlakuan non diskriminasi operator tersebut kepada semua penyedia konten video dari aspek kepatuhan terhadap ketentuan dan perundang-undangan sebagai berikut:

 Pasal 21 UU No. 36/1999 ttg Telekomunikasi Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.

 Pasal 7 butir a UU No. 8/1999 ttg Perlindungan Konsumen Kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

Tags: , , ,


COMMENTS