MOBITEKNO – Bagi produsen smartphone saat ini, membuat smartphone yang unggul dalam segala hal (performa, desain, daya tahan baterai, kamera, harga) bukanlah tugas yang mudah, jika tidak boleh disebut sangat sukar. Betapa tidak, seringkali tim riset dan pengembangan (R&D) harus mempertimbangkan semua faktor tadi agar tidak saling ‘berbenturan’ sehingga justru membuat produk akhir (smartphone) mempunyai kekurangan atau anomali yang dianggap signifikan di mata konsumen.
Sudah banyak contoh bagaimana implementasi produk yang terlalu menekankan atau berfokus pada suatu faktor justru malah mengorbankan faktor lainnya. Masih segar di ingatan kita bagaimana Apple yang begitu terobsesi dengan faktor desain ergonomis, ramping, dan elegan harus terbentur masalah antena (Antennagate) saat merilis iPhone 4 pada 2010 lalu.
Desainer Apple sepertinya tidak (mau) mendengar masukan dari para teknisinya akan dampak dari lemahnya penerimaan sinyal jika pengguna memegang (menutup) sisi kiri bawah iPhone 4. Bagian yang tertutup ini memiliki fungsi vital dalam penerimaan sinyal karena menghubungkan dua antena iPhone yang terpisah.
Steve Jobs atau Apple boleh saja berdalih jika pengguna harus memegang iPhone 4 dengan cara yang benar agar tidak terjadi masalah penerimaan sinyal. Meski Apple sudah menawarkan solusinya, termasuk menawarkan bumper case khusus, pangkal permasalahan sebenarnya lebih karena keputusan Apple yang lebih menitikberatkan faktor desain sehingga mengorbankan faktor lainnya, dalam hal ini fungsi antena sebagai penerima sinyal seluler.
Bukan Apple saja yang sempat tersandung masalah yang berkaitan dengan faktor desain. Produsen sekelas Samsung pun juga sempat tersandung baru-baru ini berkaitan dengan terbakar/meledaknya baterai pada phablet-nya Galaxy Note 7.
Meskipun Samsung sudah secara resmi melaporkan baterai sebagai biang keladainya, menurut analisis independen 'Instrumental', desain yang terlalu 'agresif' juga punya punya peranan dalam insiden tersebut. Dengan kata lain, desain agresif akhirnya harus berbenturan dengan faktor keamanan (safety) pengguna.
Pentingnya mempertimbangkan semua faktor agar produk akhir smartphone bebas masalah harus menjadi harga mutlak bagi setiap produsen. Demikian pula bagi produsen asal Tiongkok, Huawei, yang punya ambisi menjadi produsen smartphone nomor satu sejagat di masa mendatang.
Tidak terkecuali pada smartphone premiumnya yang berorientasi kamera, Huawei P9. Meski P9 lebih diposisikan sebagai smartphone yang mengandalkan dual kamera 12 MP (co-engineered dengan Leica) untuk menghasilkan foto berkualitas tinggi dalam berbagai situasi dan kondisi, Huawei tidak lantas mengabaikan faktor-faktor, seperti desain, performa, kenyamanan, dan tentu saja harga.
Salah satu hal yang menjadi fokus Huawei pada P9 adalah mendesain smartphone berbahan metal dan layar berlapis kaca 2.5D dengan desain ergonomis dan tipis tanpa mengorbankan, misalnya fungsionalitas. Tentunya tidak mudah bagi tim teknisi dan desainer Huawei bisa berkompromi dalam banyak faktor agar bisa mewujudkan P9 hingga menjadi produk akhir yang sampai ke tangan konsumen saat ini.
Membuat smartphone dengan desain tipis seperti yang sudah kita ketahui bukanlah perkara mudah. Apple dan Samsung, seperti kasus yang sudah disebutkan di atas sudah pernah tersandung karena fokus pada desain dan sedikit mengabaikan faktor lainnya.
Lalu, seperti apa cara Huawei menyiasati tantangan dalam mendesain P9 yang ergonomis dan ramping agar fungsionalitas atau aspek lainnya tidak terabaikan? Tantangannya cukup berat, mengingat desain P9 yang tipis (hanya 6,95 mm) dan berbodi metal (alumunium) bisa bernasib sama seperti iPhone 4 yang punya masalah penerimaan sinyal.
Salah dalam menentukan posisi antenna penerima sinyal bisa berdampak pada rendahnya kekuatan penerimaan sinyal (signal strength) pada Huawei P9. Smartphone dengan antena yang andal harus dapat mendeteksi sinyal terlemah sekalipun agar koneksi dengan operator seluler tidak terputus, apapun frekuensi dan band yang digunakannnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Huawei sepertinya sudah punya solusi jitu. Salah satunya dengan menghadirkan teknologi Virtual Triple Antenna (Signal+ 2.0) pada P9. Dari namanya bisa diduga jika Huawei menggunakan tiga buah antena untuk menjamin adanya penerimaan sinyal secara optimal tanpa harus terganggu dengan posisi tangan pengguna saat memegang P9.
Huawei P9 merupakan smartphone pertama dengan inovasi konfigurasi tiga antena, dimana satu antena pertama berlokasi di bagian atas dan dua antena lainnya di bagian bawah. Huawei telah mendesain mekanisme P9 agar secara otomatis berpindah dan memakai salah satu antena tersebut berdasarkan frekuensi dan band sinyal 4G LTE terbaik yang diterimanya.
Jadi, tidak seperti beberapa smartphone tertentu, pengguna P9 bisa bebas menerima panggilan, mengakses Internet, atau melakukan apa saja tanpa harus 'pusing-pusing' menentukan ingin memegangnya dengan tangan kanan atau tangan kiri.
Ketiga antena P9 yang secara cerdas bergantian mengambil peranan dalam mencari sinyal terbaik juga secar tidak langsung turut andil membuat smarpthone bekerja lebih efisien (hemat baterai). Pengguna smartphone tentu pernah mengalami bagaimana baterainya mendadak hampir habis (low battery) hanya karena berada di lokasi yang sinyal jaringannya lemah.
Apakah hanya sampai di situ keunggulan Huawei P9? Tentu saja tidak. Seperti juga smartphone Huawei lainnya, berkat dukungan baseband modem yang terintegrasi di dalam SoC Kirin 955, P9 disebut sangat siap digunakan dan kompatibel dengan berbagai layanan operator seluler di seluruh dunia.
Jangankan di Indonesia dengan standar 4G FDD LTE band 9 (900 MHz), band 3 (1.800 MHz), band 5 (850 MHz), hingga standar 4G TDD LTE band 40 (2.300 MHz), Huawei berani menjamin P9 dengan konfigurasi dual SIM ini 'kompatibel' sepenuhnya dengan standar connectivity yang ada di dunia saat ini.
Apa pun standar jaringannya, entah itu 2G (empat band), 3G (9 band), ataupun 4G LTE (18 band), Huawei P9 telah siap digunakan di 1334 carrier (operator) jaringan yang tersebar di 217 negara dunia. Bagi pengguna yang secara rutin pergi berlibur atau bertugas ke berbagai negara di dunia tentu akan sangat mengapresiasi fitur Huawei P9 yang satu ini.
(ADV)
Tags: 2G, 3G, 4G, FDD LTE, global connectivity, Huawei, Huawei P9, Kirin 955, Signal+ 2.0, sinyal lemah, Smartphone 4G LTE, standar 4G LTE, TDD LTE, Virtual Triple Antenna