July 2, 2025

Populix dan FORWOT Bahas Tantangan dan Peluang EV di Indonesia

Penulis: Desmal Andi
Populix dan FORWOT Bahas Tantangan dan Peluang EV di Indonesia 

Mobitekno – Untuk memperkuat pemahaman publik dan pemangku kepentingan mengenai arah perkembangan kendaraan listrik (EV) di Indonesia, Populix menggandeng Forum Wartawan Otomotif Indonesia (FORWOT) menyelenggarakan forum diskusi interaktif bertema strategi dan dinamika pasar EV nasional. Acara ini berlangsung pada Selasa, 1 Juli 2025, di Dailah Sajian Nusantara, Jakarta Selatan, dan menghadirkan tokoh-tokoh penting dari sektor otomotif dan energi.

Dalam sesi diskusi tersebut, hadir perwakilan dari sejumlah pemangku kepentingan industri kendaraan listrik. Di antaranya adalah BYD Indonesia yang mewakili kendaraan listrik roda empat, ALVA sebagai produsen motor listrik, serta National Battery Research Institute (NBRI) yang berperan besar dalam pengembangan teknologi baterai lokal.

Pertumbuhan Pesat EV dan Tantangan Fundamental di Indonesia

Menurut Susan Adi Putra, Associate Head of Research for Automotive Populix, sejak kemunculan kendaraan listrik di pasar domestik pada awal 2010-an, adopsinya kini mengalami pertumbuhan signifikan. “Indonesia kini masuk dalam kategori Emerging EV Markets, mengungguli sejumlah negara berkembang lain yang masih dalam tahap awal transisi,” jelasnya.

Meski demikian, Susan tak menampik bahwa ada sejumlah hambatan besar yang memperlambat laju adopsi EV di Tanah Air. Salah satu persoalan paling mencolok adalah terbatasnya bengkel yang siap menangani servis kendaraan listrik. “Masalah bukan hanya pada sistem kelistrikan. Bahkan untuk urusan perawatan umum pun masih banyak bengkel yang belum siap menangani EV,” tambahnya.

Menyikapi kendala tersebut, William Kusuma selaku Head of CEO Office ALVA, menjelaskan langkah yang telah mereka lakukan. ALVA menggandeng bengkel-bengkel independen di sekitar jaringan dealer mereka. “Kami berkomitmen untuk memastikan ada minimal empat bengkel rekanan di tiap dealer kami. Hingga kini, kami sudah menjalin kerja sama dengan 46 bengkel di seluruh Indonesia yang bisa menangani kendaraan listrik,” tutur William. Ia juga berharap pendekatan serupa dapat diikuti oleh para pemain industri lainnya agar ekosistem EV lebih matang.

Populix dan Forwot bahas tantangan EV

SPKLU dan Baterai Jadi Pekerjaan Rumah Selanjutnya

Tantangan besar lainnya adalah ketersediaan dan akses ke Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Berdasarkan riset Populix, 63% pengguna mobil listrik dan 29% pengguna motor listrik masih sangat bergantung pada SPKLU. Alasan utamanya adalah karena pengisian daya di SPKLU dinilai lebih cepat dibanding pengisian di rumah, terutama bagi mereka yang memiliki mobilitas tinggi.

Namun masalah infrastruktur bukan hanya soal jumlah SPKLU. Isu krusial lainnya adalah keterbatasan interoperabilitas antar baterai dan piranti pengisian. Prof. Dr. rer. nat. Evvy Kartini, pendiri NBRI, menyoroti pentingnya regulasi pemerintah dalam standarisasi baterai. Menurutnya, saat ini setiap merek EV memiliki sistem pengisian dan jenis baterai masing-masing, yang pada akhirnya menyulitkan proses pengisian jika tidak berada dalam jaringan yang sama.

“Standar baterai dan sistem pengisian perlu disamakan agar pengguna bisa isi daya di mana saja, tanpa terhalang perbedaan merek. Ini akan memudahkan masyarakat dan mempercepat penetrasi EV,” ujar Prof. Evvy.

Ia menambahkan bahwa interoperabilitas yang ideal memungkinkan baterai dari berbagai produsen digunakan secara bergantian dalam sistem yang sama, sehingga mendorong efisiensi dan kenyamanan bagi pengguna.

Di sisi lain, persoalan keamanan juga menjadi perhatian penting. Meski Indonesia telah memiliki standar keamanan baterai SNI 8872 sejak 2019, penerapannya di lapangan masih belum wajib. “Padahal aspek ini penting untuk menjamin keselamatan konsumen. Tanpa regulasi yang mengikat, risiko akan tetap ada,” tegas Prof. Evvy.

Membangun Ekosistem EV yang Solid dan Berkelanjutan

Diskusi yang digelar Populix dan FORWOT ini tak hanya menjadi ajang tukar pikiran antar industri, tetapi juga mempertegas urgensi kolaborasi lintas sektor untuk menyokong ekosistem kendaraan listrik Indonesia. Dari manufaktur, penyedia layanan purna jual, hingga regulator, semuanya punya peran penting dalam menciptakan iklim industri yang kondusif.

Susan Adi Putra menutup sesi diskusi dengan menekankan bahwa langkah kolektif antara pelaku industri dan pemerintah sangat dibutuhkan demi menciptakan lanskap kendaraan listrik yang tidak hanya kompetitif tapi juga inklusif. “Dengan sinergi yang tepat, kita bisa bantu pemerintah mempercepat transisi energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,” ujarnya.

Melalui diskusi semacam ini, publik semakin diberi pemahaman mengenai kompleksitas sekaligus potensi besar kendaraan listrik di Indonesia. Bukan hanya sebagai alternatif ramah lingkungan, tapi juga sebagai simbol transformasi teknologi yang memerlukan dukungan penuh dari seluruh elemen bangsa.

Tags: , ,


COMMENTS