MOBITEKNO – Siapa saja yang sering mengakses berita atau social media di Internet beberapa hari ini mungkin penasaran kenapa banyak orang yang membicarakan game mobile Pokémon Go yang tersedia bagi pengguna mobile device iOS dan Android.
Game yang baru diluncurkan di beberapa negara saja ini (AS, Australia, Selandia Baru) berhasil menarik perhatian jutaan penggunanya (disebut trainer) yang ingin bernostalgia masa kecilnya (pertengahan 90-an hingga 2000-an awal) dan penasaran mencoba teknologi AR (augmented reality) yang dikemas ke dalam game tersebut.
Game Pokémon Go menggunakan AR agar para pengguna bisa menemukan Pokémon dengan dukungan peta GPS, kamera dan layar smartphone yang berada di lingkungan (nyata) sekitar mereka. Lingkungannya bisa beragam, baik di ruang keluarga, halaman, atau lokasi-lokasi publik yang telah ditentukan lainnya (disebut Pokéspot).
Tujuan utama dalam permainan Pokémon Go adalah menemukan, menangkap, melatih, dan mengadu makhluk/spesies Pokémon (saat ini sekitar 250 jenis Pokémon). Untuk menemukan makhluk, misalnya Pikachu atau Squirtle, yang berkeliaran tersebut, pengguna (pemain/player) Pokémon Go harus berkeliling dan secara acak menemukannya pada peta yang tampil di layar smartphone.
Jenis spesies Pokémon yang ditemukan bergantung pula pula pada habitat yang ada, misalnya spesies air Pokémon biasanya berada di sekitar kolam, sungai, danau, atau lautan.
Pokémon Go dikembangkan oleh Niantic Inc. (perusahaaan spinoff dari Alphabet Inc.) yang sebelumnya dikenal dengan game AR lainnya , yakni ‘Ingress’. Namun, baru pada game Pokémon Go inilah Niantic berhasil mengajak para penggunanya untuk merasakan sensasi baru hingga bisa penasaran (Poké-crazy) dalam petualangannya menemukan Pokémon di berbagai lokasi.
Masalahnya, beberapa pengguna dilaporkan terlalu asyik bermain Pokémon Go saat mengeksplorasi suatu lokasi sehingga mereka seringkali lupa dan kehilangan orientasi saat sedang di dunia nyata di satu sisi dan mencari obyek virtual (makhluk Pokémon) di sisi lainnya.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa terjadi kasus dimana pengguna Pokémon Go di beberapa negara mengalami insiden tidak terduga, konyol, bahkan menjurus bahaya hanya demi menemukan dan menangkap makhluk Pokémon dalam game tersebut.
Salah satu contohnya, seperti pengguna yang terbentur pintu atau pohon, dan tersandung dan jatuh hingga cidera. Beberapa pengguna bahkan dengan bangganya melaporkan bahwa bermain Pokémon Go saat mengemudi mobil jauh lebih ‘cool’ dibandingkan chat atau sms-an saat mengemudi.
Selain mengemudi, masih ada beberapa aktivitas lain yang dianggap mengandung risiko keamanan bagi pengguna Pokémon Go. Di antaranya, seperti kasus pemain yang masuk dan berkeliaran di kantor polisi (terjadi di Australia) hanya untuk menemukan Bulbasaur (spesies Pokémon).
Selain itu, pemain Pokémon Go bahkan berpotensi masuk ke area yang dianggap berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain, seperti di jalan raya, dan daerah rawan kriminal. Termasuk menerobos masuk ke area pribadi/rumah orang lain (trespassing).
Persoalannya adalah dampak Pokémon Go terhadap setiap pemain tidaklah sama/seragam. Ada pemain yang bisa menjaga keseimbangan antara kesadarannya berada di lingkungan nyata dan fokusnya mencari obyek virtual. Namun, ada pula pemain yang terlalu intens bermain Pokémon Go sehingga lupa berada lokasi di dunia nyata yang bisa mengundang risiko tertentu.
Niantic sebagai pengembang game ini mungkin sudah memikirikan jauh-jauh hari dampak Pokémon Go ini dengan membuat peringatan bagi penggunanya agar menyadari risiko yang mungkin terjadi saat bermain game tersebut.
Kombinasi game dengan teknologi baru, dalam hal ini AR, pasti akan mengundang berbagai efek bagi penggunanya. Bisa positif, bisa pula negatif. Inovasi tidak boleh berhenti hanya karena ditemui efek negatif yang belum pernah ditemui selama ini. Solusinya bisa dilakukan, misalnya dengan penyempurnaan dalam pengembangan game nantinya atau sosialisasi keamanan bermain game itu sendiri.
Tags: Android, iOS, mobile game, Niantic, Pokemon Go, Smartphone