
Mobitekno – Di balik kenikmatan kebebasan berkendara, tersembunyi tragedi dan insiden yang tak terhitung: ribuan nyawa melayang setiap tahun karena kecelakaan lalu lintas. Di Yunani, sebuah gagasan kontroversial sedang bergulir, di mana terdapat wacana mengubah stasiun pengisian bahan bakar menjadi benteng terakhir keselamatan.
Adonis Georgiadis, Menteri Kesehatan Yunani sekaligus seorang pengendara motor berpengalaman, mengusulkan solusi yang mengundang decak kagum sekaligus kritik pedas, yakni melarang SPBU menjual bensin kepada pengendara motor yang tak mengenakan helm. Gagasan ini bukan sekadar ancaman denda, tapi tamparan keras bagi budaya “kebal maut” yang mengakar di kalangan pemuda.
“Mereka merasa invinsibel, seolah usia muda adalah perisai dari kematian,” ujar Menteri Pembangunan Takis Theodorikakos dalam pidato berapi-api di parlemen.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkuat kegelisahannya, yaitu cedera kepala akibat kecelakaan motor masih menjadi penyumbang utama trauma, cacat permanen, hingga kematian di jalan raya.
Menteri Pembangunan Yunani Takis Theodorikakos
Yunani Di Antara Budaya vs. Hukum
Akan tetapi, usulan ini tak mulus diterima. Asosiasi pemilik SPBU Yunani melontarkan protes. “Mengapa kami yang harus menjadi polisi lalu lintas?”
Bagi mereka, aturan ini justru malah membebankan tanggung jawab penegakan hukum pada sektor swasta. Apalagi, ancaman denda bagi SPBU yang melanggar dianggap sebagai hukuman ganda—baik secara moral maupun finansial.
Tapi pemerintah tak gentar. Amandemen undang-undang lalu lintas telah disiapkan. Jika disahkan, pengendara motor yang nekat tak berhelm tak hanya berhadapan dengan denda, tapi juga “hukuman mati” simbolis: kendaraan mereka akan menjadi besi tua tak bergerak, kecuali beralih ke skuter listrik.
Yunani bukan satu-satunya negara yang bergulat dengan kepatuhan helm. Di Amerika Serikat, tiga negara bagian—Illinois, Iowa, dan New Hampshire—masih membiarkan pengendara motor bisa tanpa mengenakan helm. Sementara separuh negara bagian AS mewajibkan helm untuk semua usia, sisanya hanya memberlakukan aturan bagi pengendara muda.
“Ini bukan sekadar masalah hukum, tapi perang melawan ilusi keabadian,” tegas Theodorikakos. Psikologi kaum muda, yang menganggap helm sebagai belenggu kebebasan, menjadi musuh tak kasatmata. Padahal, riset Lembaga Asuransi Keselamatan Jalan Raya (IIHS) membuktikan bahwa helm mengurangi risiko kematian hingga 37% bagi pengendara dan 41% bagi penumpang.
Di jalan-jalan sempit Pulau Kreta atau tepian pantai Santorini, pemandangan pengendara motor tanpa helm masih jamak. Penegakan hukum yang lemah, terutama di daerah perkotaan, membuat aturan helm seolah sekadar tulisan di atas kertas. Padahal, setiap tahun, rumah sakit Yunani dipenuhi korban kecelakaan yang nasibnya bisa diubah oleh sepotong pelindung kepala.
“Kami tak ingin lagi melihat orang tua menangisi anaknya yang tewas karena ego berkendara. Pesannya jelas, bensin adalah hak istimewa, bukan kebutuhan mutlak—dan hak itu harus dibayar dengan tanggung jawab,” desak Georgiadis dalam kampanye televisi nasional.
Jika proposal Yunani disetujui, negerinya Para Dewa ini mungkin akan tercatat sebagai pelopor dalam road safety innovation. Tapi pertanyaannya tetap menggantung: bisakah hukum mengubah budaya? Atau justru memicu perlawanan bawah tanah, seperti penyelundupan bensin atau protes massal?
Di antara debat pro-kontra, nyawa manusia tak bisa dikompromikan. Seperti kata pepatah kuno, “Lebih baik helm retak daripada tengkorak pecah.” Di era modern, mungkin perlu ditambahkan: “Lebih baik kehilangan satu liter bensin daripada sejuta detik kehidupan.”
Tags: Adonis Georgiadis, aturan helm, bensin, kecelakaan, Otomotif, Yunani