
Mobitekno – Dalam era kecerdasan buatan (AI) yang kian berkembang pesat, Red Hat menegaskan posisinya sebagai penyedia infrastruktur terbuka yang mendukung fleksibilitas, keterbukaan, dan kolaborasi komunitas dalam membangun solusi masa depan. Inilah yang didiskusikan dalam acara tahunan Red Hat Summit 2025.
Perwakilan Red Hat menegaskan bahwa sebagai perusahaan platform, Red Hat tidak hanya menyediakan fondasi stabil seperti di era awal cloud dan server, tetapi kini fokus dalam mengaktifkan GPU atau akselerator apapun, agar model AI dapat berjalan secara optimal di atasnya. Mereka percaya akan munculnya kelas aplikasi baru yang dibangun dengan model-model AI, termasuk pendekatan “agentic” AI yang kini mulai dikenal.
“Fleksibilitas dan pilihan adalah kunci,” ujar salah satu eksekutif, Ashesh Badani, SVP, Chief Product officer Red Hat. “Kami ingin memungkinkan siapa pun untuk menjalankan model apa pun, di platform apapun, dengan kebebasan penuh untuk berinovasi.”
Red Hat juga menekankan bahwa open source bukan sekadar lisensi, melainkan komitmen terhadap komunitas. Saat memperkenalkan proyek terbaru mereka, LLMD (Large Language Model Distribution), Red Hat menggandeng banyak mitra utama seperti Google, AMD, Intel, serta organisasi lain seperti Hugging Face. Langkah ini mirip dengan kolaborasi mereka dalam membesarkan Kubernetes beberapa tahun lalu.
“Yang membuat open source bermakna adalah komunitas yang mendukungnya,” ujar Ashesh Badani. “Kami ingin memastikan bahwa inovasi kami dibangun secara kolaboratif, bukan sekadar produk satu pihak.”
Dukungan komunitas ini tercermin dalam respons positif dari pelanggan Red Hat. Dengan pendekatan LLMD yang bisa berjalan di cloud apapun dan dengan model apapun, pelanggan kini memiliki kebebasan untuk bergerak dan berkembang dengan cepat tanpa terikat pada platform tertentu.
“Pendekatan ini memberi keleluasaan dan skalabilitas tinggi, dan itu menjadi daya tarik utama bagi pelanggan kami,”
Peluang Besar di Asia Pasifik
Ketika ditanya tentang potensi pasar di kawasan Asia Pasifik (APAC), Red Hat menyebut bahwa wilayah ini secara unik menyumbang sekitar 35% dari pasar AI global — angka yang tidak lazim mengingat dominasi biasanya berada di Amerika Utara atau Eropa.
“Inovasi yang kami lihat di APAC sangat luar biasa, dari India hingga Selandia Baru,” kata Andrew Brown, SVP Chief Revenue Officer Red Hat. “Kami sangat bersyukur bisa bekerja sama dengan berbagai sektor mulai dari layanan keuangan, telekomunikasi, hingga pemerintah.”
Red Hat menjawab kebutuhan pelanggan dengan pendekatan fleksibel yang memungkinkan mereka memulai dari skala kecil dan berkembang seiring kebutuhan. Teknologi seperti virtualisasi di OpenShift dan fitur baru dalam RHEL 10 memudahkan pengguna dalam membangun solusi infrastruktur modern secara cepat dan konsisten di berbagai platform.
Dorongan Ekosistem ISV dan Validasi Mitra
Red Hat juga menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan ekosistem ISV (Independent Software Vendor) di kawasan APAC, termasuk membentuk tim co-creation untuk mendukung integrasi teknologi AI ke dalam penawaran ISV lokal. Fitur terbaru dalam RHEL 10 memungkinkan mitra melakukan self-testing dan validasi dukungan terhadap platform Red Hat, sebelum melangkah ke sertifikasi penuh.
“Inilah peluang besar untuk ISV bergerak cepat di dunia AI yang sangat dinamis. Mereka bisa membuktikan bahwa solusi mereka bekerja di RHEL dan mendukung pelanggan secara langsung,”
AI Lebih Dari Sekadar Tren Hype
Dalam diskusi mengenai keraguan publik terhadap AI—yang kerap disamakan dengan hype crypto atau NFT—panelis Red Hat sepakat bahwa AI memiliki nilai nyata dan aplikasi yang jauh lebih konkret. Meski tetap melalui siklus hype teknologi, AI menunjukkan produktivitas dan efisiensi yang nyata di dunia bisnis, mulai dari peningkatan pengalaman pelanggan hingga optimalisasi operasional.
Berbeda dengan NFT atau crypto yang kadang menyelesaikan masalah yang tidak perlu, AI saat ini menyelesaikan masalah nyata dengan data nyata.
AI dianggap sebagai perubahan paling fundamental dalam dua dekade terakhir, bahkan lebih besar dari cloud. Kecepatan adopsi AI, mulai dari riset universitas hingga penggunaan nyata oleh pengguna akhir, disebut sangat cepat dan memukau.
Kalau dulu butuh bertahun-tahun untuk cloud benar-benar diadopsi, AI kini langsung terlihat dampaknya. Banyak pelanggan sudah mulai dari tahap uji coba dan kini ingin mempercepat implementasi karena hasilnya nyata.
Di kesempatan yang sama, Red Hat juga menambahkan bahwa AI bisa disandingkan dengan e-commerce dalam hal dampak transformasional yang cepat dan langsung terasa, bukan seperti cloud yang perjalanannya cenderung lebih panjang dan penuh tantangan teknologi.
Dengan pendekatan yang terbuka, kolaboratif, dan berorientasi komunitas, Red Hat terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam infrastruktur AI modern. Dukungan luas dari mitra global, fokus pada fleksibilitas platform, dan peluang besar di kawasan APAC menjadi pendorong utama dalam misi Red Hat menghadirkan inovasi berkelanjutan di era AI.
Tags: Red Hat, Red Hat Summit 2025