
Mobitekno – Di tengah gencarnya transformasi digital saat ini, laporan 2025 State of Application Strategy dari F5 (F5 SOAS 2025) menunjukkan pesan penting, yaitu Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan (sebagian menyebutnya Akal Imitasi) bukan lagi sekadar jargon futuristik, melainkan telah menjadi tulang punggung operasional bisnis modern.
Bagi pelaku industri tanah air di berbagai sektor yang tengah mensiasati cara untuk tetap relevan dan kompetitif di tengah dinamika zaman, beberapa temuan laporan F5 ini mungkin berguna atau minimal menarik untuk disimak.
Dengan 96% organisasi global yang telah mengadopsi model AI (melonjak dari hanya 25% pada tahun 2023), ini menandai era baru di mana AI dipercaya menangani berbagai proses penting, dari pengelolaan trafik aplikasi hingga efisiensi biaya operasional.
Setidaknya ada tiga sorotan utama dalam laporan F5 SOAS 2025 ini, yaitu kecepatan adopsi AI, tantangan operasional yang masih dihadapi, serta mengapa arsitektur hybrid kini menjadi pilihan utama dalam strategi aplikasi. Temuan-temuan ini bisa menjadi panduan berharga bagi perusahaan di Indonesia dalam merancang langkah adopsi teknologi mereka ke depan.
Adopsi AI: Berawal dari eksperimen hingga diterapkan di bisnis
Laporan F5 SOAS 2025 menunjukkan bahwa AI telah menjadi tulang punggung operasional bagi banyak organisasi. Sebanyak 72% responden berencana memanfaatkan AI untuk meningkatkan performa aplikasi, sementara 59% menggunakannya untuk efisiensi biaya dan memperkuat keamanan otomatis terhadap ancaman seperti kerentanan zero-day.
Lonjakan ini juga terlihat pada penggunaan AI gateways, dengan 50% organisasi saat ini menggunakannya untuk menghubungkan aplikasi ke alat AI, dan 40% lainnya berencana mengadopsinya dalam setahun ke depan.
Di kawasan Asia Pasifik, China, dan Jepang (APCJ), adopsi AI gateways juga menunjukkan angka yang mengesankan, dengan 49% organisasi telah menerapkannya dan 46% berencana menyusul. Fungsi utama AI gateways di kawasan ini meliputi perlindungan model AI (66%), pencegahan kebocoran data sensitif (61%), dan pemantauan trafik AI (61%).
“Kita sedang menuju era di mana AI beroperasi secara otonom di jantung organisasi,” ujar Lori MacVittie, Distinguished Engineer F5. “Ini adalah realisasi dari AIOps, di mana AI menghasilkan kode untuk menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi.”
Namun, antusiasme ini tidak tanpa hambatan. Di APCJ, 53% organisasi masih berjuang dengan kualitas data yang belum matang, dan 45% menghadapi biaya tinggi untuk membangun beban kerja AI. Meski begitu, kekhawatiran terhadap kualitas data menunjukkan penurunan dibandingkan tahun lalu, menandakan kemajuan dalam pengelolaan data.
Tantangan Operasional: Keamanan, Keterampilan, dan Kompleksitas API
Meskipun adopsi AI melonjak, laporan F5 SOAS 2025 menyoroti tantangan operasional yang masih membayangi. Keamanan model AI menjadi masalah utama bagi organisasi yang telah menerapkan AI, dengan 34% responden global khawatir tentang bias atau output AI yang tidak dapat dipercaya. Selain itu, 60% organisasi merasa terbebani oleh alur kerja manual, dan 54% mengakui kekurangan keterampilan sebagai penghambat utama pengembangan AI.
API juga menjadi titik masalah yang signifikan. Sebanyak 58% responden melaporkan bahwa pengelolaan API menghabiskan waktu berharga, dengan 31% kesulitan bekerja dengan API vendor dan 29% terjebak dalam pembuatan custom scripting. “Organisasi perlu menyederhanakan operasional, termasuk standarisasi API dan teknologi,” kata MacVittie. “AI dirancang untuk menangani kompleksitas secara mandiri, tetapi kesederhanaan operasional adalah prasyarat untuk memaksimalkan potensinya.”
Biaya juga tetap menjadi perhatian, dengan 48% responden menyebutkan bahwa membangun dan mengoperasikan beban kerja AI memakan anggaran yang signifikan, naik dari 42% pada 2024. Namun, optimisme tetap tinggi, dengan organisasi semakin percaya bahwa AI akan membantu mengatasi tantangan ini melalui otomatisasi dan efisiensi.
Dominasi Hybrid: Fleksibilitas dalam Era Multicloud
Selain kemajuan AI, laporan F5 SOAS 2025 menegaskan bahwa arsitektur hybrid cloud kini menjadi norma. Sebanyak 94% organisasi menerapkan aplikasi di berbagai lingkungan, mulai dari public cloud, private cloud, hingga edge computing, untuk memenuhi kebutuhan skalabilitas dan kepatuhan. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas operasional bagi 91% responden, ketahanan aplikasi (68%), dan penghematan biaya (59%).
Namun, pendekatan hybrid juga membawa tantangan. Di APCJ, 79% organisasi melaporkan ketidakkonsistenan kebijakan keamanan, dan 59% menghadapi masalah pengiriman yang tidak seragam. Menariknya, 79% organisasi global baru-baru ini memindahkan aplikasi dari public cloud kembali ke on-premise atau colocation, didorong oleh kebutuhan akan pengendalian biaya dan keamanan. Angka ini melonjak dari hanya 13% empat tahun lalu, menunjukkan pergeseran menuju strategi yang lebih cloud-agnostic.
“Pendekatan hybrid dalam penerapan aplikasi akan terus bertahan,” ujar Cindy Borovick, Direktur Market and Competitive Intelligence F5. “Manfaat dari fleksibilitas dan ketahanan terlalu besar untuk diabaikan, meskipun tantangan seperti kebijakan yang tidak konsisten masih perlu diatasi.”
Menuju masa depan programmable IT yang didukung AI
Melihat ke depan, laporan F5 SOAS 2025 menyarankan bahwa organisasi yang ingin memaksimalkan potensi AI perlu membangun lingkungan IT yang dapat diprogram (programmable). Artinya, proses pengiriman aplikasi dan kebijakan keamanannya harus dibuat lebih standar dan otomatis.
Diperkirakan pada tahun 2026, peran AI akan berkembang dari sekadar menjalankan tugas-tugas kecil menjadi mengatur seluruh proses secara menyeluruh, menuju otomatisasi penuh dalam operasional IT. Platform yang dilengkapi dengan antarmuka berbasis bahasa alami dan kemampuan pemrograman akan makin banyak digunakan, sehingga mengurangi ketergantungan pada konsol manajemen tradisional dan membuat pekerjaan tim IT jadi lebih cepat dan efisien.
“Fleksibilitas dan otomatisasi sekarang bukan lagi pilihan, tapi keharusan,” tegas Borovick. “Organisasi yang membangun fondasi IT yang bisa diprogram tidak hanya akan memperkuat kemampuan AI mereka, tetapi juga menciptakan strategi IT yang bisa berkembang, menyesuaikan diri, dan memberikan pengalaman pelanggan yang luar biasa di era digital ini.”
Tags: 2025 State of Application Strategy, AI, API, Artificial Intelligence, F5, F5 SOAS 2025