February 10, 2025

Lebih Terjangkau, BRIN dan Korsel Tindaklanjuti Pengembangan MRI Low-Field untuk Bidang Medis di Indonesia

Penulis: Iwan RS
Lebih Terjangkau, BRIN dan Korsel Tindaklanjuti Pengembangan MRI Low-Field untuk Bidang Medis di Indonesia 

Mobitekno – Usai penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Seongnam City, Korea Selatan pada Desember 2024 lalu antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan ISOL Technology Inc. Korea Selatan, Tim ISOL Technology Inc. mengunjungi BRIN untuk meninjau fasilitas laboratorium, di BRIN Kawasan Sains dan Teknologi Samaun Samadikun, Bandung, Kamis (6/2).

Kepala Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) BRIN Budi Prawara mengatakan, kunjungan ini akan ditindaklanjuti dalam bentuk perjanjian kerja sama (PKS) untuk pengembangan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Fokus pengembangan MRI untuk rumah sakit berukuran menengah dan kecil serta biaya terjangkau baik biaya pemasangan, operasional, maupun pemeliharaannya.

“Nantinya akan kita usulkan melalui skema multitasking strategic di BRIN,” kata Budi.

Budi berharap, pengembangan MRI Tesla yang rencananya berlangsung dua tahun dapat berjalan baik. Target di tahun pertama adalah menghasilkan satu prototipe. Kemudian tahun kedua memiliki local content atau hasil-hasil riset BRIN diadopsi di MRI tersebut.

MOU BRIN dan ISOL Korea litbang MRI
Menindaklanjuti MoU Desember 2024 lalu di Seongnam City, Korea Selatan, tim ISOL Technology Inc. mengunjungi BRIN untuk meninjau fasilitas laboratorium, di BRIN Kawasan Sains dan Teknologi Samaun Samadikun, Bandung, Kamis (6/2/2025).

Dalam diskusi, dibahas terkait pengembangan medis terkait kecerdasan buatan (AI) dan imaging facility untuk rumah sakit di Indonesia. “Kita akan merilis dan kolaborasi terkait research mobility. Selain output prototipe, kita juga akan melakukan kolaborasi dan publikasi riset penelitian yang ada di BRIN,” tutur Budi.

Kepala Pusat Riset Telekomunikasi (PRT) BRIN Nasrullah Armi menjelaskan, pihaknya tergabung dalam program pengembangan co-development MRI. Bidang yang terkait yaitu bidang radio frekuensi, kemudian bidang embedded system atau pengolahan sinyal.

“Tim kami ikut berkontribusi dalam pengembangan co-development MRI di bidang-bidang tersebut. Mudah-mudahan nanti ada MRI buatan Indonesia, ini menjadi kontribusi riset BRIN untuk mengembangkan MRI tersebut,” tambah Nasrullah.

CEO ISOL Technology Heung Kyu Lee menyampaikan lebih detail riset dan kerja sama dalam pengembangan perangkat MRI 0,6 Tesla. Lee menyampaikan keunikan MRI 0,6 Tesla yaitu superkonduktor bebas helium, kualitas gambar berbasis AI mendekati 1,2 T, pemindaian cepat, dan sistem aplikasi klinis berbasis AI.

“Saya sangat senang dan terkejut semua tim yang dipimpin oleh Dr. Budi sangat ramah kepada kami. Saya cukup yakin dapat membuat satu tim yang sangat bagus untuk mencapai proyek ini pada satu waktu dan pada akhir tahun ini, dapat diproduksi oleh salah satu perusahaan yang ada di Indonesia,” ungkap Lee.

Dalam kesempatan ini, Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN Anto Satriyo Nugroho memaparkan penelitian yang dilakukan berbasis AI, yaitu pada problem statement and challenges pada pasien yang memiliki penyakit malaria.

Kemudian Asif dari Pusat Riset Elektronika BRIN yang memaparkan riset radio frequency, microwave, dan antenna applications. Lalu Iman Firmansyah dari kelompok riset PRT BRIN menjelaskan field programmable gate array (FPGA). Juga Anne Parlina dari Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN yang menjelaskan penelitian yang ada di PRSDI.

MRI Tesla hadirkan diagnosis yang lebih akurat

Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan teknologi digital imaging di bidang kesehatan telah mengalami kemajuan pesat. Adopsi teknologi canggih seperti radiologi digital, MRI, CT scan, dan ultrasonografi berbasis digital telah memungkinkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia untuk memberikan diagnosis yang lebih akurat dan cepat.

MRI dengan kekuatan medan magnet 0.6 Tesla termasuk dalam kategori MRI low-field. MRI jenis ini menawarkan beberapa keuntungan, terutama dari segi biaya. Harga pembelian dan biaya operasionalnya lebih rendah dibandingkan dengan MRI high-field seperti 1.5 Tesla atau 3 Tesla.

Pemasangan MRI low-field dianggap lebih mudah karena tidak memerlukan ruangan khusus dengan perisai yang kompleks. MRI 0.6 Tesla juga menjadi pilihan yang lebih aman bagi pasien dengan implan medis tertentu dan dapat mengurangi rasa klaustrofobia karena desainnya yang cenderung lebih terbuka.

MRI 3 Tesla di Tzu Chi Hospital
MRI 3 Tesla dapat digunakan untuk menghasilkan gambar yang sangat detail dari organ dan jaringan tubuh, seperti otak, tulang belakang, atau sendi. Teknologi ini membantu dokter mendiagnosis kondisi seperti tumor, cedera otak, atau penyakit saraf dengan lebih akurat.

Namun, MRI 0.6 Tesla juga memiliki keterbatasan dalam hal kualitas gambar dan waktu pemeriksaan. Resolusi dan detail gambarnya mungkin tidak setajam MRI high-field, dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan gambar yang memadai bisa lebih lama. Selain itu, tidak semua jenis pemeriksaan dapat dilakukan dengan MRI 0.6 Tesla.

Meskipun demikian, MRI 0.6 Tesla tetap menjadi alternatif yang baik bagi rumah sakit dengan anggaran terbatas atau untuk pasien dengan kondisi khusus. Dengan biaya yang lebih terjangkau dan kemudahan pemasangan, MRI 0.6 Tesla dapat membantu meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang penting.

Beberapa rumah sakit di Indonesia yang diketahui telah menggunakan MRI 3 Tesla Pusat Kesehatan Nasional (Puskesnas) Jakarta, RSCM Jakarta, Rumah Sakit Siloam, Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Mayapada Hospital, dan RS Pondok Indah Puri Indah.

Tags: , , , , , ,


COMMENTS