August 20, 2024

BRIN Manfaatkan Teknologi Nuklir untuk Penelitian Cagar Budaya

Penulis: Iwan RS
BRIN Manfaatkan Teknologi Nuklir untuk Penelitian Cagar Budaya 

Mobitekno – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memanfaatkan teknologi nuklir dalam penelitian cagar budaya. Langkah BRIN ini menunjukkan bagaimana teknologi canggih dapat diaplikasikan untuk memecahkan masalah-masalah kompleks dalam bidang sejarah dan budaya.

Kepala Pusat Riset Arkeometri BRIN Sofwan Noerwidi mengatakan, BRIN bersama 19 negara Asia Pasifik dan Timur Tengah lainnya menggunakan teknologi nuklir untuk karakterisasi, konsolidasi, dan preservasi warisan budaya, melalui proyek kerja sama teknis International Atomic Energy Agency (IAEA) RAS1027.

“Untuk karakterisasi, teknologi nuklir dimanfaatkan untuk mengetahui umur atau usia cagar budaya, misalnya dengan carbon dating, pertanggalan uranium series, dan sebagainya,” kata Sofwan, pada Regional Coordination Meeting on RAS1027, “Improving the Utilization of Nuclear Techniques for Cultural Heritage Characterization, Consolidation, and Preservation”, di Gedung B.J Habibie, Jakarta, Senin (19/8/2024).

Teknologi nuklir dalam karakterisasi juga digunakan untuk mendeteksi komposisi mineral silika maupun unsur lainnya dalam menentukan keaslian cagar budaya berupa fosil.

BRIN IAEA 02
BRIN bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) menggelar Regional Coordination Meeting (RCM) yang bertajuk “Improving The Utilization of Nuclear Technique for Cultural Heritage Characterization, Consolidation, and Preservation” pada 19-23 Agustus 2024 di Kantor BRIN, Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta.

“Karena definisi fosil adalah suatu tulang atau sisa jasad yang sudah mengalami proses fosilisasi (perubahan material), ini bisa dideteksi dengan teknologi nuklir. Misalnya, mengetahui komposisi mineral. Karena kalau fosil sudah banyak mineral silika, sedangkan kalau belum fosil masih kalsium, masih tulang, dan lain sebagainya,” jelas Sofwan.

Lalu untuk mengetahui keaslian benda cagar budaya menggunakan pemindaian micro CT-scan. Misalnya, dari kerapatan tulang, komposisi karakter struktur tulang dan gigi.

Karakterisasi juga dilakukan untuk mengetahui bahan dari cagar budaya, misalnya bahan lontar (manuskrip kuno). “Apakah manuskrip tersebut ditulis di atas daun pandan, daun palem, dan sebagainya, ini bisa dibedakan karakternya menggunakan pemindaian micro CT, dan XRF untuk mengetahui komposisi unsurnya,” beber dia.

BRIN Nuklir untuk Cagar Budaya 01

Selanjutnya, teknologi nuklir digunakan untuk konsolidasi, artinya untuk menguatkan cagar budaya. Karena sifat dari cagar budaya yang biasanya fragmentaris atau tidak utuh, dan umumnya ditemukan dalam keadaan terpecah-belah.

“Ini bagaimana agar kita bisa mengkonsolidasikan (menguatkan), kita melakukan penelitian bahan apa yang ramah cagar budaya, tidak bersifat merusak (korosif), dan bisa mempertahankan kualitas dan keaslian (orisinalitas) cagar budaya. Teknologi nuklir yang digunakan adalah XRF, gamma ray, dan iradiator gamma,” terangnya.

Sementara untuk mempreservasi atau mengawetkan cagar budaya, teknologi nuklir digunakan untuk mengawetkan agar bisa diteliti dan disimpan dalam jangka waktu lama.

BRIN gandeng berbagai pihak untuk riset cagar budaya

Pihaknya bekerja sama dengan Museum Nasional Indonesia, Museum Sangiran, dan Perpustakaan Nasional untuk mengawetkan cagar budaya tersebut dalam beberapa proyek, di antaranya, proyek fosil, tembikar, dan manuskrip.

“Bagaimana misalnya manuskrip yang terbuat dari bahan organik yang sangat rentan ditumbuhi jamur, atau batu candi dan arca yang ada lumutnya, karena lembab dan basah, dan sebagainya, dengan ‘ditembak’ gamma iradiasi pada dosis tertentu bisa meminimalisasi kemungkinan jamur yang tumbuh tapi tidak merusak bendanya. Dosis (radiasi) apa yang tepat dan untuk benda cagar budaya apa, itu kita teliti,” katanya.

BRIN Borobudur 01

Ke depan, jelas Sofwan, teknologi nuklir juga digunakan untuk monitoring. Dengan iklim tropis seperti Indonesia, monitoring diperlukan agar ke depannya bisa mengoptimalkan lingkungan sekitar dalam mengawetkan cagar budaya yang ada di dalamnya.

“Kita memonitoring bagaimana perubahannya, apakah muncul jamur, lumut, dan sebagainya, itu kita pantau. Ke depannya akan semacam itu. Begitu juga koleksi-koleksi yang ada di dalam storage, kita juga pantau,” katanya.

“Jadi ke depannya tidak hanya berhenti sampai di preservasi, tapi juga monitoring, agar warisan budaya ini awet terus, sampai generasi mendatang bisa menikmati cagar budaya tersebut,” tutur dia.

Adapun BRIN sudah memiliki beberapa teknologi nuklir yang digunakan dalam mendukung penelitian warisan budaya. Misalnya, untuk radiocarbon dengan alat Quantulus di BRIN Cibinong, XRF di BRIN Bandung, XRF portable di beberapa Kampus BRIN untuk pemindaian komposisi mineral, neutron beam dan iradiator gamma di Serpong untuk mempreservasi cagar budaya.

BRIN akan bangun Accelerator Mass Spectrometry (AMS)

Sofwan menyebut, ke depan, BRIN akan membangun Accelerator Mass Spectrometry (AMS) untuk mengkarakterisasi dan pertanggalan cagar budaya yang berusia ratusan ribu hingga jutaan tahun.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir BRIN Muhayatun Santoso menambahkan, teknologi nuklir lebih akurat dalam melakukan karakterisasi dibandingkan teknik non-nuklir lainnya.

“Nuklir itu sangat spesifik, contoh untuk karakterisasi, yang bersumber dari neutron, x-ray dsb, itu dengan kadar yang sangat kecil bisa terdeteksi. Sehingga komposisi pada cagar budaya itu akan terlihat jelas, potongan-potongannya dan sambungan dengan potongan yang mana, berasal dari abad ke berapa, dsb,” katanya.

BRIN IAEA

Menurut Koordinator Nasional Proyek RAS1027 IAEA ini, Indonesia bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas riset di luar negeri melalui proyek kerja sama teknis IAEA. Sementara di sisi lain, Indonesia akan membangun AMS.

“Kita ingin menyinergikan semua potensi nasional terkait dengan masalah cultural heritage ini. Tidak hanya punya fasilitas teknologi, tapi dari kerja sama teknis ini, bagaimana kita meningkatkan pengetahuan kompetensi sumber daya manusianya,” kata Muhayatun.

Kerja sama ini, tutur dia, menyatukan potensi nasional, baik dari peneliti teknologi nuklir maupun arkeolog dalam riset warisan budaya.

Tags: , , , , , , , , , ,


COMMENTS