December 19, 2024

Red Hat Tekankan Bahwa Masa Depan AI Berada pada Teknologi Open Source

Penulis: Desmal Andi
Red Hat Tekankan Bahwa Masa Depan AI Berada pada Teknologi Open Source 

Mobitekno – Dalam tiga tahun terakhir, adopsi teknologi open source telah menunjukkan percepatan yang luar biasa. Red Hat memainkan peran penting dalam pergerakan ini, memanfaatkan keunggulan yang berasal dari model bisnisnya yang berbeda dengan perusahaan teknologi konvensional. Keunggulan ini terletak pada kekuatan komunitas yang dimiliki, inovasi berbasis kolaborasi, serta pendekatan transparansi yang menjadi landasan operasionalnya.

Komunitas merupakan elemen utama yang dimanfaatkan Red Hat untuk mendorong inovasi. Kini, inovasi tidak lagi menjadi monopoli perusahaan besar dengan anggaran besar untuk riset dan pengembangan. Sebaliknya, komunitas global menjadi tempat di mana individu dari berbagai latar belakang dapat memberikan kontribusi nyata. Hasilnya adalah ekosistem yang lebih responsif dan inklusif, menjadikan solusi yang dihasilkan lebih relevan dengan kebutuhan zaman.

Aspek transparansi juga menjadi nilai penting dalam teknologi open source. Kode sumber yang dapat diakses publik memungkinkan siapa saja untuk melihat, memodifikasi, dan menyumbangkan ide mereka. Namun, Red Hat melangkah lebih jauh dengan menawarkan dukungan tingkat perusahaan. Ini memberikan keuntungan besar bagi organisasi yang ingin tetap fokus pada inovasi, tanpa terganggu oleh kompleksitas operasional atau persoalan keamanan infrastruktur. Dengan layanan ini, integrasi solusi teknologi menjadi lebih mulus dan efisien.

Kecepatan juga menjadi kunci dalam dunia teknologi yang terus bergerak cepat. Red Hat memanfaatkan open source untuk mempercepat inovasi, berkat kontribusi kolektif dari berbagai pihak. Perusahaan juga memiliki kemudahan dalam mengakses talenta berbakat yang familiar dengan teknologi open source, mengingat sifatnya yang fleksibel dan terbuka.

Saat ini, Red Hat menawarkan fleksibilitas melalui ekosistem hybrid dan cloud yang mereka kembangkan. Contohnya adalah platform OpenShift, yang memungkinkan pelanggan untuk membangun aplikasi di on-premises dan kemudian dengan mudah memindahkan atau meningkatkan kapasitas ke cloud seperti AWS, Microsoft Azure, atau Google Cloud. Pendekatan ini memberikan solusi yang hemat biaya dan waktu, karena pelanggan tidak perlu merombak arsitektur yang ada.

Kemitraan strategis juga menjadi pilar dalam inovasi Red Hat. Dengan menggandeng mitra-mitra terpercaya, perusahaan menciptakan solusi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik pelanggan. Misalnya, pelanggan dapat memanfaatkan solusi AI seperti generative AI atau model bahasa besar tanpa harus memulai dari awal. Hal ini mempermudah perusahaan dalam mengadopsi teknologi canggih dengan risiko yang lebih kecil.

Red Hat

Bagi Red Hat, AI Mampu Membantu Banyak Perusahaan untuk :ebih Berkembnang

Saat ini, setelah banyak dari kita melewati masa eksplorasi awal penggunaan AI, semakin jelas bahwa teknologi ini memberikan nilai nyata bagi banyak perusahaan. Menurut survei McKinsey Global, sekitar 65% perusahaan melaporkan bahwa mereka kini menggunakan AI secara rutin, menunjukkan lonjakan dua kali lipat adopsi dibandingkan dengan tahun 2023. Meski demikian, Indonesia masih tertinggal dalam pemanfaatan AI. Survei CEO Global tahunan PwC ke-27 menunjukkan bahwa 53% CEO di Indonesia belum menerapkan AI generatif di perusahaannya, angka yang lebih tinggi dibandingkan 41% rata-rata di kawasan Asia Pasifik.

Namun, dengan hadirnya lebih banyak pelaku baru di sektor AI enterprise, tantangan utama terletak pada menciptakan keunggulan kompetitif yang nyata, bukan sekadar mengejar ketertinggalan. Jadi, bagaimana perusahaan dapat bersiap menghadapi masa depan AI?

“Salah satu kunci masa depan AI adalah open source. Ketika AI terus berkembang dari sekadar otomatisasi menuju aplikasi yang lebih kompleks seperti analitik prediktif, produksi konten, hingga pengambilan keputusan, penting bagi perusahaan untuk bergerak cepat mengikuti perkembangan ini. Open source memungkinkan berbagai pihak, termasuk perusahaan kecil, untuk menciptakan inovasi secara global,” ujar Vony Tjiu, Country Manager Indonesia, Red Hat, Kamis, 19 Desember 2024.

Red Hat
Vony Tjiu, Country Manager Indonesia, Red Hat

Tahun lalu, jumlah proyek AI generatif berbasis open source meningkat 98%, dengan kontribusi besar dari negara-negara seperti India, Jepang, dan Singapura. Tren ini memperlihatkan pentingnya kolaborasi dan aksesibilitas dalam pengembangan teknologi baru. Dengan solusi open source, manfaat seperti fleksibilitas, pengurangan biaya, hingga kontrol data dapat diakses oleh berbagai organisasi, tanpa memandang ukuran perusahaan. Hal ini turut meningkatkan kompetisi global di mana perusahaan kecil dapat bersaing dengan perusahaan besar.

Solusi berbasis open source juga mendukung deteksi dan perbaikan bug secara lebih cepat karena melibatkan komunitas yang luas. Dengan demikian, kepercayaan terhadap hasil yang dihasilkan oleh AI dapat meningkat. Selain itu, model open source menawarkan fleksibilitas dalam penyesuaian teknologi sesuai kebutuhan spesifik perusahaan, sembari menjaga kendali atas data sensitif.

AI dan Penerapan Hybrid Cloud

Keberlanjutan AI juga didukung oleh penerapan hybrid cloud sebagai standar. Di Asia Pasifik, bisnis semakin mengandalkan hybrid cloud untuk memenuhi kebutuhan akan kecepatan, fleksibilitas, dan inovasi. Sistem ini memungkinkan integrasi AI ke dalam operasi sehari-hari secara lebih lancar, sehingga membantu perusahaan tetap adaptif dan tangkas. Contohnya di Indonesia, sektor layanan keuangan memimpin penerapan hybrid cloud untuk workload AI, yang berkontribusi pada target pertumbuhan ekonomi digital negara. AI diproyeksikan akan menyumbang hingga USD 366 miliar pada perekonomian Indonesia pada tahun 2030.

Namun, adopsi AI yang optimal memerlukan kemitraan dengan penyedia layanan terpercaya yang mampu menawarkan infrastruktur solid tanpa memerlukan pengembangan besar-besaran dari pihak perusahaan. Selain itu, strategi AI yang berkelanjutan menjadi hal yang sangat penting. Teknologi seperti ChatGPT telah mendekatkan AI generatif ke lebih banyak pengguna, tetapi banyak perusahaan terjebak dalam mengejar keuntungan instan sehingga menghentikan upaya transformasi terlalu dini.

Untuk membuka potensi penuh AI, pendekatan jangka panjang yang strategis dibutuhkan. Studi Ecosystm bersama IBM tentang kesiapan AI menunjukkan bahwa tingkat kematangan AI di kawasan ASEAN masih rendah, dengan hanya 17% perusahaan yang memiliki tim data science khusus dan keahlian mendalam di bidang ini. Mayoritas perusahaan juga belum memprioritaskan tata kelola data yang baik, yang dapat memicu risiko regulasi.

Untuk mencapai kematangan AI, perusahaan perlu mengintegrasikan AI ke dalam budaya organisasi, meningkatkan keahlian karyawan, serta menyelaraskan tujuan teknologi dengan visi bisnis. Investasi di area seperti pengelolaan data dan tata kelola menjadi krusial, karena data merupakan fondasi untuk menghasilkan insight yang relevan.

Prediksi AI di 2025

Ke depan, AI akan semakin menjadi pusat inovasi. Tahun 2025 diperkirakan akan menjadi tonggak baru di mana integrasi AI yang lebih mendalam, didukung oleh model open source, membentuk masa depan teknologi. Dengan akses yang lebih luas terhadap AI, solusi bisnis menjadi lebih adaptif dan efisien, menjangkau berbagai industri. Fokus pada integritas data juga akan menjadi sorotan utama, memastikan bahwa asal-usul data dapat diverifikasi sehingga kepercayaan terhadap teknologi AI semakin tumbuh.

Tren yang saling terkait ini akan menciptakan lanskap AI yang lebih inklusif, memungkinkan perusahaan dari berbagai ukuran untuk memanfaatkan teknologi dengan optimal. Dengan AI dan open source, masa depan bisnis global semakin menjanjikan, membuka potensi besar bagi semua pihak.

 

Tags: , ,


COMMENTS