Mobitekno – Studi terbaru dari Akamai Technologies menunjukkan bahwa Digital Native Business (DNB) di Asia kini lebih memprioritaskan keamanan ketimbang biaya dan skalabilitas saat memilih penyedia cloud. Ini adalah perubahan signifikan dalam pendekatan DNB terhadap adopsi teknologi, terutama karena meningkatnya kompleksitas dan risiko keamanan yang dihadapi dalam perjalanan transformasi digital mereka. Hasil studi ini juga menggarisbawahi bahwa kecepatan adopsi teknologi dapat menjadi ancaman bagi kinerja bisnis jika tidak dikelola dengan baik.
DNB adalah perusahaan yang melakukan adopsi teknologi secara agresif, memanfaatkan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dalam 12 bulan ke depan, sebagian besar dari mereka berencana untuk terus berinvestasi dalam teknologi seperti komputasi cloud dan layanan mikro yang didukung oleh antarmuka pemrograman aplikasi (API). Menurut IDC, pengeluaran teknologi oleh DNB diperkirakan akan mencapai $128,9 miliar pada tahun 2026, dengan 37,3% di antaranya diinvestasikan dalam teknologi berbasis cloud. Meskipun ini menawarkan banyak peluang, teknologi canggih juga memperkenalkan tantangan baru, terutama terkait dengan keamanan siber.
Jay Jenkins, Chief Technology Officer di Akamai Cloud Computing, menyatakan bahwa meskipun DNB memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan potensi mereka melalui teknologi cloud, mereka juga harus waspada terhadap risiko yang muncul. Dunia teknologi yang semakin rumit menyebabkan peningkatan risiko ancaman siber, terutama terhadap infrastruktur cloud. Oleh karena itu, banyak DNB yang kini berfokus pada pendekatan multi-cloud untuk meningkatkan fleksibilitas dan menghindari ketergantungan pada satu vendor cloud, yang sering disebut vendor lock-in.
DNB dan Kerentanan Keamanan
Namun, meskipun teknologi menjadi inti dari operasi mereka, DNB menghadapi kesulitan dalam memperkuat postur keamanan siber mereka. Mereka seringkali menggunakan infrastruktur berbasis layanan mikro dan API, yang memungkinkan mereka untuk bergerak cepat dan skalabel, tetapi juga membuat mereka lebih rentan terhadap serangan siber. Berdasarkan studi Akamai, sekitar 74% DNB telah bermigrasi sepenuhnya ke cloud atau sedang dalam proses adopsi teknologi cloud. Namun, keamanan masih menjadi isu utama yang perlu diatasi.
Di Australia dan Selandia Baru, misalnya, adopsi cloud telah dianggap sebagai komponen bisnis yang krusial, dengan 97% perusahaan di sana sedang mengadopsi atau menjajaki adopsi cloud. Di India, fokus utama adalah inovasi dan pengembangan, dengan tingkat adopsi AI tertinggi di Asia, mencapai 98%. Ini menunjukkan bahwa DNB di berbagai negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengadopsi teknologi cloud, tetapi semuanya menghadapi tantangan yang sama dalam hal keamanan.
Studi Akamai juga mengungkapkan bahwa DNB di Asia mengalami kesulitan dalam menjaga keamanan saat mereka beralih ke cloud. Sebanyak 75% responden menyatakan bahwa keamanan merupakan area yang paling menantang dalam infrastruktur cloud mereka, lebih sulit dari aspek lain seperti latensi jaringan atau penyimpanan data. Selain itu, 44% responden mengatakan bahwa infrastruktur TI yang semakin kompleks menjadi alasan utama mengapa mereka kesulitan meningkatkan keamanan.
Penerapan cloud yang terburu-buru sering kali mengakibatkan penurunan kinerja dan meningkatkan risiko ancaman siber. Ini menjadi tantangan yang harus dihadapi DNB, terutama karena mereka berusaha mengejar pertumbuhan bisnis tanpa mengabaikan aspek keamanan. Salah satu solusi yang mereka pertimbangkan adalah meningkatkan keamanan API. Studi Akamai mencatat bahwa 9 dari 10 responden menilai keamanan API sebagai faktor krusial ketika memilih penyedia cloud atau layanan keamanan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya API dalam infrastruktur cloud modern, terutama dalam hal memastikan fleksibilitas dan keamanan.
DNB sering menggunakan banyak API dalam operasional mereka, yang menjadikannya target utama serangan siber, seperti phishing, penyusupan akun, dan ransomware. Dibandingkan dengan perusahaan tradisional, DNB memiliki risiko lebih tinggi terhadap serangan ini. Di wilayah ASEAN, phishing menjadi masalah utama, yang memaksa perusahaan-perusahaan di sana untuk memprioritaskan investasi dalam teknologi anti-phishing. Tak hanya berbasis email, phishing kini juga menyebar ke perangkat seluler dan platform media sosial, menjadikan ancaman ini semakin sulit dihadapi.
Studi ini juga menekankan pentingnya memiliki mitra teknologi yang tepat untuk membantu DNB mengidentifikasi dan mengatasi potensi kelemahan dalam sistem mereka. Dalam dunia bisnis digital yang semakin terhubung, keamanan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak untuk melindungi bisnis dari ancaman yang terus berkembang. Asia’s Digital Native Businesses Prioritize Security for Sustainable Growth adalah laporan yang memberikan wawasan penting bagi DNB di Asia mengenai bagaimana mereka harus mengelola risiko keamanan saat mengadopsi teknologi cloud.
DNB di Asia kini berada di titik krusial dalam perjalanan transformasi digital mereka. Dengan kemajuan teknologi cloud dan API yang semakin canggih, mereka harus memastikan bahwa setiap langkah yang mereka ambil dalam inovasi teknologi disertai dengan langkah-langkah keamanan yang memadai. Tanpa pendekatan yang hati-hati, ancaman siber dapat merusak potensi pertumbuhan mereka di masa depan.
Tags: Akamai, DNB