Mobitekno – Apa yang terjadi bila waktu kematian dapat kita prediksi? Pertanyaan yang menggelitik ini berhasil dijawab oleh sejumlah peneliti asal Denmark. Tahun 2023 menjadi saksi perkembangan yang signifikan dalam dunia kecerdasan buatan (AI), terutama dengan kehadiran ChatGPT yang memberikan dampak luar biasa di tingkat global.
Dalam arus perkembangan ini, tim peneliti dari Technical University of Denmark (DTU) membuka bab baru dengan mengaplikasikan AI generatif untuk memprediksi waktu kematian manusia.
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal “Nature Computational Science” pada 18 Desember 2023, tim peneliti yang dipimpin oleh Sune Lehmann menggunakan pendekatan serupa dengan ChatGPT. Yang membedakan, mereka mengandalkan data kesehatan untuk melatih AI mereka, membuka jendela prediksi mengenai masa depan kesehatan individu termasuk waktu kematian.
Melalui pemanfaatan teknologi “life2vec,” model bahasa besar yang mirip dengan ChatGPT, mereka berhasil memprediksi kepribadian dan bahkan waktu kematian dengan tingkat akurasi yang mencengangkan.
Model life2vec memiliki potensi untuk digunakan untuk berbagai tujuan, seperti penilaian risiko penyakit. Namun, ada beberapa pertanyaan etis yang perlu dipertimbangkan sebelum model ini dapat digunakan secara luas. Salah satu pertanyaan etis yang perlu dipertimbangkan adalah perlindungan data sensitif. Model life2vec mengumpulkan data pribadi tentang pengguna, seperti lokasi, aktivitas, dan kesehatan.
Data ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi orang secara individual, yang dapat menimbulkan risiko privasi.
Memprediksi Waktu Kematian
Meski terdengar mengerikan, studi berjudul “Using sequences of life-events to predict human lives,” tim peneliti menggunakan enam juta data warga Denmark dari periode 2008-2020. Data ini mencakup informasi pendidikan, kunjungan ke dokter, diagnosis penyakit, pendapatan, dan pekerjaan.
Data yang digunakan untuk melatih model berasal dari individu berusia 35-65 tahun, dan hasilnya menunjukkan keakuratan 11 persen lebih tinggi dibandingkan model AI lainnya yang umumnya digunakan oleh perusahaan asuransi jiwa. Respons AI tersebut mengungkapkan pola menarik, seperti fakta bahwa individu yang berada dalam posisi kepemimpinan atau berpenghasilan tinggi cenderung memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi.
Meskipun memberikan hasil yang menarik, para peneliti menegaskan bahwa model ini tidak boleh digunakan oleh perusahaan asuransi jiwa karena pertimbangan etika. Mereka juga mengingatkan pada masalah etika lainnya, termasuk perlindungan data sensitif dan potensi bias dalam data.
Menurut para peneliti, langkah selanjutnya adalah memasukkan jenis informasi lain, seperti teks dan gambar atau informasi tentang hubungan sosial kita. Penggunaan data ini membuka interaksi baru antara ilmu sosial dan kesehatan.
Dalam sebuah pernyataan, Sune Lehmann, pemimpin penelitian, menekankan bahwa penelitian yang berkaitan dengan prediksi waktu kematian bukanlah untuk menggantikan kebijakan asuransi jiwa, melainkan sebagai eksplorasi terhadap apa yang mungkin dilakukan oleh teknologi. Sebagai suatu penemuan yang potensial, model ini dapat menjadi dasar untuk identifikasi mekanisme baru yang memengaruhi hasil kehidupan dan memberikan peluang untuk intervensi yang lebih dipersonalisasi. Namun, implementasinya harus dilakukan dengan memperhatikan peraturan yang melindungi hak-hak individu.
Tags: AI Generatif, ChatGPT, ilmuwan Denmark, predict human lives, Technical University of Denmark, Using sequences of life-events, Waktu Kematian