Mobitekno – Inovasi memainkan peran utama dalam menjaga relevansi dan kesinambungan bisnis di era yang terus berubah. Menurut Dell Technologies Innovation Index, 60% perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang (APJ) mengkhawatirkan ketidakrelevanan organisasi mereka dalam 3-5 tahun ke depan jika tidak mampu berinovasi dengan baik. Dalam konteks global, angka tersebut mencapai 57%.
Survei melibatkan lebih dari 6.600 karyawan di 45 negara, dengan 1.700 responden dari Australia, Selandia Baru, India, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Thailand. Organisasi dikelompokkan menjadi Innovation Leaders, Adopters, Followers, Laggards, dan Evaluators berdasarkan tingkat kesiapan inovasi mereka.
Hanya 17% organisasi di APJ yang termasuk dalam kategori Innovation Leaders dan Adopters. Mereka menonjol dengan strategi inovasi end-to-end, mampu menghadapi tantangan global, dan memiliki pertumbuhan yang signifikan.
Organisasi dengan kategori Innovation Leaders dan Adopters memiliki keunggulan 2,1 kali lipat dalam mempercepat inovasi di kondisi resesi, dengan tingkat ketahanan inovasi yang tinggi. Mereka juga memiliki peluang 2,1 kali lipat untuk mencapai pertumbuhan pendapatan yang tinggi dan 1,2 kali lipat lebih besar untuk mengadopsi otomatisasi dalam proses inovasi mereka.
Strategi Inovasi dan Kesulitan yang Dihadapi Organisasi
Sebagian besar organisasi di APJ berada pada kategori Innovation Followers dan Laggards atau Innovation Evaluators. Beberapa kesulitan yang dihadapi termasuk kurangnya strategi inovasi yang jelas dan kesulitan untuk memajukan perusahaan.
Peter Marrs, President, Asia Pasifik dan Jepang, Dell Technologies, menekankan bahwa ide kecil dan praktis dapat memberikan dampak besar pada produktivitas, profitabilitas, dan tujuan organisasi. Pemimpin perusahaan perlu menyelaraskan proyek inovasi dengan tujuan keseluruhan perusahaan dan menumbuhkan budaya ingin tahu.
“Para pemimpin perusahaan bisa melakukannya dengan menyelaraskan proyek-proyek inovasi dengan tujuan perusahaan mereka dan menumbuhkan budaya ingin tahu,” ungkap Marrs.
59% responden di APJ (Global: 59%) menyatakan bahwa karyawan meninggalkan perusahaan karena mereka tidak bisa berinovasi sesuai harapan mereka.
Budaya inovasi diorganisasikan oleh kepemimpinan. Meskipun 73% responden mengatakan bahwa pemimpin mereka cenderung melaksanakan ide mereka sendiri, 59% menyatakan bahwa karyawan meninggalkan perusahaan karena tidak bisa berinovasi sesuai harapan mereka.
Takut gagal dan kurangnya kepercayaan diri untuk berbagi ide dengan pimpinan adalah beberapa hambatan pribadi yang sering dihadapi.
Hanya 28% pengambil keputusan TI di APJ yang mengatakan bahwa semua inisiatif inovasi mereka berdasarkan data. Hanya 46% organisasi yang menyelaraskan proyek inovasi dengan tujuan perusahaan.
Kurangnya waktu dan kompleksitas menjadi hambatan utama dalam menerapkan proses inovasi terstruktur dan berbasis data. Sebanyak 40% responden menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi adalah penghambat utama dalam melaksanakan inovasi.
Mayoritas responden (84%) mencari teknologi untuk membantu mencapai tujuan inovasi mereka. Namun, 58% merasa teknologi mereka biasa saja dan khawatir tertinggal dari pesaing.
Selanjutnya, hanya 46% organisasi di APJ (Global: 52%) menyelaraskan proyek inovasi mereka dengan tujuan perusahaan. Kurangnya proses dan strategi kemungkinan besar menjadi salah satu alasan mengapa organisasi sulit memprioritaskan inovasi. 40% responden APJ (Global: 38%) menyatakan hambatan utama inovasi yang dialami tim adalah kurangnya waktu untuk melakukan inovasi karena banyaknya beban kerja yang harus dilakukan.
Studi ini menyoroti lima katalis teknologi untuk inovasi: multicloud, edge computing, infrastruktur data modern, anywhere-work, dan keamanan siber. Kendala utama termasuk biaya penggunaan cloud, kesulitan integrasi arsitektur bisnis dan infrastruktur TI, serta ancaman keamanan siber dan edge yang tidak aman.
“Banyak organisasi menggunakan lingkungan multicloud karena kebetulan, misalnya karena mereka punya kombinasi platform, aplikasi, peralatan cloud, dsb. Kompleksitas seperti ini menghabiskan waktu, biaya, dan peluang berharga bagi perusahaan untuk berinovasi,” ungkap Marrs.
Melalui Dell Technologies Innovation Index, dapat dilihat bahwa inovasi bukan hanya kebutuhan, tetapi suatu keharusan untuk memastikan kelangsungan bisnis di masa depan. Organisasi perlu fokus pada pengembangan budaya inovasi, penyelarasan strategi inovasi dengan tujuan keseluruhan, dan penerapan teknologi sebagai katalis.
Hambatan-hambatan seperti ketakutan akan kegagalan dan kurangnya waktu harus diatasi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi. Dengan demikian, organisasi dapat menjaga ketangguhan mereka dalam menghadapi perubahan global yang cepat.
Tags: anywhere-work, Dell Technologies Innovation Index, edge computing, infrastruktur data modern, multicloud, organisasi di Asia Pasifik dan Jepang, riset Dell Technologies