Mobitekno – Ketika negara-negara APAC (Asia Pasifik) terus mendorong agenda dan perkembangan digital, konsumen menghabiskan lebih banyak waktu di internet, terutama melalui smartphone mereka. Indonesia memiliki tingkat penetrasi e-commerce mobile tertinggi di dunia, Thailand memimpin dalam penetrasi mobile banking, sementara aplikasi ride-hailing adalah yang teratas dalam layanan mobile internet di Singapura.
Tingginya aktivitas penggunaan internet di Asia Pasifik mendorong ESET melakukan survei konsumen di seluruh wilayah bertujuan untuk mempelajari tentang perilaku dan kebiasaan online mereka. 2.000 responden dari masing-masing negara, yang terdiri dari Hongkong, India, Indonesia, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Thailand disurvei.
Tujuannya untuk mengatasi perbedaan dalam kecakapan siber antara negara-negara yang disurvei, menganalisis kebiasaan mereka berdasarkan interaksi online. ESET coba mempelajari kesadaran mereka tentang ancaman keamanan siber dasar, praktik terbaik, dan tindakan mereka secara online.
Hasil dari survei tersebut diketahui bahwa miliaran catatan pribadi dikompromikan ketika organisasi global mengalami pelanggaran data pada tahun 2018. Dan ada tiga penyebab utama pembobolan data tahun lalu, menurut Survei Perilaku Konsumen.
- Pembobolan data paling besar disebabkan oleh serangan virus yang mencapai 27%
- Pada posisi kedua ditempat oleh pelanggaran media sosial sebesar 20%
- Lalu pencurian data personal 19%
Menurut IT Security Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh, mengungkapkan bahwa di Indonesia berdasarkan telemetri ESET diketahui bahwa serangan virus masih mendominasi dari serangan siber yang masuk dan ini terjadi dari waktu ke waktu. “Hal itu menunjukkan kita masih lemah dalam hal kesadaran keamanan siber,” ujar Yudhi dalam keterangannya.
IT Security Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh
Lemahnya kesadaran keamanan juga disorot dalam survei yang dilakukan ESET dengan hasil menunjukkan bahwa 27% responden percaya diri dalam memahami ancaman dunia maya. Ini mengkhawatirkan karena sama artinya 73% responden lainnya mungkin hanya memiliki pemahaman yang dangkal tentang ancaman siber.
Ketika ditanya dari mana sebagian besar serangan siber berasal, responden merespon dengan mengatakan “Mengunduh file dari internet” sebagai pilihan utama mereka. 28% Pengguna internet Indonesia tidak pernah menggunakan sumber tidak resmi saat mengunduh atau streaming video karena sadar bahaya situs semacam itu.
Sebaliknya 72% responden menggunakan sumber yang tidak resmi. Ditambah sebagian besar responden yang mengakses internet via ponsel sebesar 90%, menempatkan mereka dalam bahaya infeksi malware.
Di sini kita melihat konsumen menyadari atau mengetahui darimana asal serangan datang, tetapi mereka tetap melakukan juga aktivitas tersebut. Sisi ini yang harus disadarkan bagaimana menjalankan praktik keamanan yang baik agar terhindar menjadi korban. Pengetahuan adalah kekuatan dalam hal keamanan siber.
“Seiring kita terus menuju masa depan yang lebih digital, penting bagi konsumen untuk memahami jenis ancaman yang berpotensi mereka hadapi dan bagaimana mereka dapat menghindarinya. Tidak dapat dihindari bahwa kita perlu membagikan data kita secara online, tetapi melakukannya dengan aman adalah yang menjadi perbedaan besar,” kata Nick FitzGerald peneliti senior ESET.
Tags: ESET Indonesia, infeksi malware, Kebobolan data di Asia Pasifik, PT Prosperita ESET Indonesia, serangan virus