Mobitekno – Meski masih sebatas diskusi, era industri 4.0 sudah menjadi keniscayaan bagi perusahaan yang ingin mengubah gaya bisnis mereka. Untuk menyongsong era tersebut tentu membutuhkan infrastruktur jaringan telekomunikasi yang memadai, salah satunya adalah adanya akses telekomunikasi yang merata diseluruh wilayah Indonesia.
Akses telekomunikasi kerap menjadi permasalahan yang masih dihadapi Indonesia. Saat ini masih ada sekitar 11 persen wilayah di Indonesia yang belum tersentuh sinyal atau blank spot yang terletak di 5.300 desa yang tersebar di seluruh Indonesia dan 3.500 desa di antaranya berada di wilayah Papua.
Gambaran kondisi tersebut terungkap dalam diskusi publik yang mengusung tema “Merdeka Sinyal 100% dan Menyongsong Industrialisasi 4.O” yang diselenggarakan oleh SelularID dan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), di Jakarta, Kamis (27/12).
Menurut Anang Latief, Direktur Utama Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), upaya konkret untuk pemerataan akses telekomunikasi dan informasi adalah dengan mencanangkan program Indonesia Merdeka Sinyal 2020.
Selama ini upaya yang telah dilakukan BAKTI untuk melakukan pemerataan akses telekomunikasi dengan membangun berbagai jaringan BTS menggunakan dana USO yang diperoleh dari berbagai operator. Meski demikian, menurutnya hal itu masih belum mencukupi semua kebutuhan pembangungan infrastruktur jaringan tersebut. Karena luasnya wilayah yang harus dijangkau. Oleh karenanya, BAKTI melakukan hal itu secara bertahap.
Untuk melakukan pemerataan akses telekomunikasi tersebut, Anang Latief, mengungkapkan bahwa pihaknya membutuhkan dana yang lebih banyak dari yang sekarang ini (dana USO yang disetor oleh operator ).
“Saat ini operator mempunyai kewajiban untuk menyetor dana USO sebesar 1,25 persen dari total revenue. Sulit mewujudkan kalau cuma 1,25 persen untuk membangun infrastruktur di 5.000 desa lebih,” ungkap Anang.
Untuk itu, BAKTI sedang mencari solusi bagaimana pembiayaan ini bisa bertambah tanpa membebani operator mengingat saat ini kondisi operator tengah tergerus revenuenya.
Lebih lanjut disampaikan Anang, dalam melakukan perannya melakukan pemerataan akses telekomunikasi, BAKTI tidak bertindak sebagai operator melainkan menawarkan skema kepada operator untuk mempercepat meratanya akses teekomunikasi.
“Kami bangun infrastruktur yang nantinya akan digunakan oleh operator. Kami jamin infrastruktur yang dibangun memiliki SLA yang sesuai dengan standar operator,” ujar Anang.
Dalam kesempatan yang sama pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala, mengatakan bahwa tergerusnya revenue operator ini tidak terlepas dari lemahnya regulasi di sektor telekomunikasi ini. “Lemahnya regulasi membuat OTT merajalela dan akhirnya menggerus pendapatan operator,” Kamilov menegaskan.
Aturan mengenai OTT ini disampaikan Kamilov tidak kunjung terbit semenjak Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika RI dilantik.
“Seharusnya bisnis BAKTI ini bukan dari operator tapi dari OTT,” katanya.
Sementara itu Alamsyah Saragih, Anggota Ombudsman RI menegaskan, peran BAKTI yang tadinya pelaksana USO menjadi semi penyelenggara telekomunikasi harus dibuat aturan bagaimana interaksinya dengan operator yang ada.
“Jangan sampai dalam menjalankan tugasnya melakukan pemerataan akses telekomunikasi terjadi mal administrasi,” pungkas Alamsyah.
Ombusdman akan memantau dan mengawal semua. Keputusan baik skema bismis maupun tata cara pperasional yang di hasilkan BAKTI. Agar jangan sampai ada maladministrasi, apalagi berbenturan dengan operasional operator di lapangan yang bisa menyebabkan kerugian negara serta potensi kerugian lainnya
Program pemerataan akses telekomunikasi tersebut sejalan dengan upaya pemerintah yang ingin menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Pada tahun 2020 pun revolusi bisnis online Indonesia diprediksi akan mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto sebesar 22 persen.
Oleh karena itu, akses telekomunikasi sebagai tulang punggung dari perekonomian digital tersebut sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri kreatif atau startup. Tidak hanya di daerah perkotaan, daerah yang belum terjangkau akses telekomunikasi juga memiliki potensi yang tidak kalah besar.
Tags: Akses Telekomunikasi, BAKTI, Dana USO, Indonesia Merdeka Sinyal, Industri 4.0