MOBITEKNO – Mendirikan perusahaan mobil baru bukanlah persoalan mudah, apalagi menjadi sebuha produsen mobil listrik sekelas Tesla di tengah kepungan raksasa industri mobil asal Jepang, AS, dan Eropa, seperti Toyota, GM, Daimler AG, BMW, Audi, VW, dan masih banyak lainnya.
Namun, pihak di belakang startup produsen mobil Faraday Future yang berdiri sejak 2014 ini bukanlah orang baru di industri mobil. Sebut saja para mantan teknisi dan desainer dari BMW (yang pernah mengerjakan mobil listrik seri “i8”), teknisi Chevrolet, Lamborghini, Ferrari, serta dua perusahaan Elon Musk, Tesla dan Space X.
Seperti halnya Tesla yang mengambil nama inventor dan ahli sains ternama di abad ke-19, Nikola Tesla, nama Faraday untuk perusahaan Faraday Future dipilih pendirinya sebagai penghormatan mereka terhadap inventor besar lainnya di abad ke-19, Michael Faraday, yang juga dikenal sebagai Bapak Motor Elektromagnetik dan Baterai Elektrokimia.
Meskipun sudah setahun berdiri, baru pada tahun ini saja Faraday Future atau disebut FF mulai berbagi sedikit informasi mengenai perkembangan mobil listrik mereka yang dikabarkan lebih canggih dan efisien daripada bintangnya mobil listrik, Tesla.
Menurut FF, mobil listrik racikan mereka akan lebih bertenaga (15 persen) daripada mobil Tesla Model S. Salah satu parameternya adalah tenaga listrik dari unit baterai 98 kWh yang lebih besar daripada unit baterai 85 kWh Tesla Model S.
Dengan mengacu pada jarak tempuh Tesla Model S yang bisa mencapai 270 mil (sekitar 435 km) dengan baterai terisi penuh, kemungkinan mobil listrik FF bakal lebih jauh lagi jarak tempuhnya.
Selain mengklaim keunggulan densitas energi baterainya (menyimpan lebih banyak energi per satuan volume baterai) daripada baterai mobil Tesla, FF juga mengatakan unit paket baterainya terdiri dari beberapa unit/grup sel baterai seperti baterai mobil Tesla.
Namun, kelebihannya dibandingkan baterai Tesla, unit-unit sel ini bisa diganti satu per satu tanpa harus mengganti seluruh paket baterai jika terjadi kerusakan di salah satu selnya. Faktor ini menjadi penting karena berkaitan dengan kenyamanan pemilik saat baterai mobilnya mengalami kerusakan.
Hingga kini belum diketahui pasti, target pasar apa yang diincar mobil listriknya nanti. Apakah akan menyasar sebagai mobil untuk konsumen berdompet tebal seperti Tesla atau mobil terjangkau (mainstream) untuk konsumen yang lebih luas.
FF hanya memberikan indikasi bahwa mobil listriknya akan sarat dengan fasiltias connectivity, emisi nol (tentu saja), dan berkarakter “mobility for all” untuk semua pihak.
Tesla sejauh ini bisa dikatakan telah sukses menawarkan berbagai inovasi baru ke industri mobil dalam hal desain, performa, model penjualan (sales), dan personalisasi. Adapun konsep, seperti mobility secara massal dan alternatif kepemilikan (ownership) mobil belum disentuh perusahaan yang dimotori Elon Musk tersebut. Dua faktor ini mungkin saja akan disentuh oleh FF sebagai strategi diferensiasinya dengan mobil Tesla.
Semuanya itu mungkin hanya bisa dijawab oleh salah satu pendirinya, Nick Sampson yang merupakan mantan Direktur Director Vehicle & Chassis Engineering Tesla Motors yang kini menjabat sebagai Product Architect & VP Product Research & Development pada Faraday Future.
Sejauh ini, FF memilih lokasi bekas gedung riset dan desain Nissan di Gardena, California dengan 200 karyawan yang masih terus akan bertambah sesuai rencananya memiliki 300 karyawan di tahun 2016.
Rencana FF merilis mobil listrik perdananya di tahun 2017 mungkin terkesan ambisius. Hal ini mengingat lokasi pabriknya pun belum diumumkan ke publik. Apakah mobil listrik FF akan sesukses Tesla atau bernasib sama dengan beberapa produsen mobil listrik lainnya, seperti Fisker Automotive atau Coda Automotive yang gagal di tengah jalan? Kita tunggu saja perkembangannya.
Tags: Coda, Elon Musk, ev car, Faraday Future, Fisker, Mobil Listrik, Nick Sampson, Tesla Motors