Mobitekno – Industri cloud computing terus berkembang pesat, dengan kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ) menjadi salah satu pasar paling dinamis di dunia. Sebagai salah satu penyedia utama layanan cloud computing, Akamai memanfaatkan peluang ini dengan menawarkan inovasi-inovasi terdepan yang mampu menjawab tantangan di kawasan ini, termasuk biaya yang tinggi, kompleksitas multi-cloud, serta adopsi teknologi baru seperti AI dan edge computing.
Hal ini pun diungkap langsung oleh Jay Jenkins selaku Chief Technology Officer Akamai Cloud Computing pada saat edia briefing pada Kamis 5 Desember 2024. Menurut Jay, Cloud computing telah menjadi komponen fundamental dalam infrastruktur digital modern, namun tantangan biaya yang terus meningkat dan kompleksitas yang menyertainya menjadi perhatian utama. Gartner memperkirakan belanja global untuk layanan cloud akan mencapai USD 679 miliar pada tahun 2023 dan terus melonjak hingga USD 1 triliun pada 2027. Inflasi cloud sebesar 13% pada tahun ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan langsung biaya layanan dan pengurangan produk tertentu.
Jay juga menambahkan bahwa di kawasan Asia Pasifik dan jepang, adopsi model multi-cloud semakin meluas, tetapi pendekatan ini sering kali menambah kompleksitas. Banyak organisasi harus menduplikasi arsitektur di berbagai platform, sehingga menciptakan tantangan dalam pengelolaan dan efisiensi biaya.
Menyadari hal ini, Akamai menghadirkan solusi arsitektur cloud-native yang tidak hanya memberikan fleksibilitas untuk memindahkan aplikasi ke penyedia cloud yang lebih kompetitif secara harga, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada satu penyedia layanan. Langkah ini membantu organisasi menekan biaya operasional sambil memastikan kelangsungan bisnis.
Peran AI dalam Transformasi Digital di APJ
Artificial Intelligence (AI), khususnya AI generatif, telah menjadi pendorong utama transformasi digital di kawasan APJ. Sebanyak 50% perusahaan di kawasan ini berencana menjalin kemitraan strategis dengan penyedia cloud untuk memperkuat infrastruktur AI mereka. Selain itu, pengeluaran untuk teknologi yang berfokus pada AI generatif diperkirakan meningkat sebesar 20% dalam beberapa tahun mendatang.
Namun, adopsi AI juga membawa tantangan baru. Model komputasi terpusat tradisional cenderung tidak efisien dalam menangani aplikasi AI yang sensitif terhadap latensi. Untuk mengatasi masalah ini, Akamai mendorong evolusi menuju model komputasi terdistribusi. Dengan mendistribusikan beban kerja ke lokasi yang lebih dekat dengan pengguna, perusahaan dapat mengurangi latensi, meningkatkan ketahanan sistem, dan menjaga privasi data. Hal ini menjadi kunci keberhasilan dalam implementasi teknologi AI, terutama di kawasan dengan kebutuhan infrastruktur yang beragam seperti APJ.
Akamai melihat masa depan cloud computing sebagai model yang terdistribusi, di mana layanan tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pusat data terpusat. Melalui pendekatan edge computing, layanan dapat ditempatkan lebih dekat ke lokasi pengguna atau perangkat di mana data dihasilkan. Ini memungkinkan aplikasi untuk beroperasi dengan latensi yang sangat rendah dan kinerja yang lebih baik.
Selama 25 tahun terakhir, Akamai telah membangun jaringan Content Delivery Network (CDN) yang menjadi tulang punggung solusi edge computing mereka. Dengan memanfaatkan jaringan ini, Akamai dapat memberikan pengalaman real-time yang lebih responsif untuk aplikasi seperti augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan Internet of Things (IoT). Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga memberikan fleksibilitas bagi organisasi untuk mendistribusikan beban kerja sesuai kebutuhan.
Aplikasi edge-native menawarkan berbagai keuntungan signifikan, termasuk latensi rendah, ketahanan sistem yang lebih baik, dan kontrol geografis atas data. Pendekatan ini memungkinkan organisasi memenuhi persyaratan kedaulatan data yang semakin ketat di berbagai negara. Selain itu, aplikasi edge-native mendukung pemrosesan data lokal yang lebih cepat, sehingga menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik.
Sebagai contoh, perangkat seperti Apple Vision Pro dapat memanfaatkan teknologi edge untuk memindahkan sebagian besar pemrosesan data ke jaringan edge. Ini tidak hanya membuat perangkat lebih ringan tetapi juga meningkatkan daya tariknya di pasar. Dengan menggunakan solusi Akamai, organisasi dapat menyederhanakan proses operasional mereka, mengurangi biaya, dan meningkatkan efisiensi melalui otomatisasi.
Project Cirrus: Transformasi Cloud oleh Akamai
Sebagai bagian dari komitmen untuk memimpin inovasi di industri cloud, Akamai meluncurkan inisiatif Project Cirrus. Proyek ini dirancang untuk memanfaatkan pendekatan open source dalam meningkatkan portabilitas aplikasi di berbagai penyedia cloud. Sejak dimulainya Project Cirrus, Akamai berhasil menghemat hingga 40% biaya infrastruktur, dan angka ini diproyeksikan meningkat hingga 70% seiring dengan adopsi yang lebih luas terhadap kerangka kerja terbuka.
Melalui Project Cirrus, Akamai juga membantu organisasi lain menghadapi tantangan migrasi cloud, termasuk manajemen keamanan, ketidakcocokan infrastruktur, dan resistensi terhadap perubahan di dalam organisasi. Dengan mengintegrasikan otomatisasi ke dalam proses migrasi, organisasi dapat menjalankan aplikasi serupa di berbagai platform cloud dengan lebih mudah, sekaligus mengurangi risiko operasional.
Akamai menawarkan rangkaian layanan komputasi yang mencakup Core Computing Region, Distributed Compute, dan Edge Compute. Dengan memanfaatkan jaringan global yang telah dibangun selama lebih dari dua dekade, Akamai menciptakan platform terbuka yang memungkinkan pelanggan untuk memindahkan beban kerja mereka dengan fleksibilitas tinggi. Pendekatan ini mendukung visi Akamai untuk membangun ekosistem komputasi yang terdistribusi, efisien, dan berorientasi pada kebutuhan pelanggan.
Dalam lanskap cloud computing yang terus berkembang, Akamai berhasil memposisikan dirinya sebagai pemimpin inovasi di kawasan APJ. Dengan fokus pada pengurangan biaya, peningkatan fleksibilitas, dan pengembangan teknologi edge computing, Akamai menawarkan solusi yang mampu menghadapi tantangan kompleksitas cloud dan kebutuhan transformasi digital.
Dengan inisiatif seperti Project Cirrus dan adopsi teknologi edge, Akamai tidak hanya membantu organisasi di APJ mengatasi hambatan biaya dan efisiensi, tetapi juga memungkinkan mereka memanfaatkan potensi penuh dari teknologi AI dan komputasi cloud. Dalam era digital yang terus berkembang, pendekatan yang diambil oleh Akamai menjadi landasan penting bagi masa depan industri cloud computing.
Cloud Computing di Indonesia
Lanskap cloud computing di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, didorong oleh peningkatan transformasi digital di berbagai sektor, penetrasi internet dan perangkat seluler, serta penggunaan big data yang semakin luas. Pasar cloud computing di Indonesia diperkirakan akan mencapai USD 2,13 miliar pada 2024 dan tumbuh dengan CAGR sebesar 14,52%, mencapai USD 4,21 miliar pada 2029. Tren utama yang mendukung pertumbuhan ini termasuk adopsi hybrid cloud yang memungkinkan perusahaan menggabungkan keamanan private cloud dengan efisiensi biaya public cloud. Model hybrid ini memberikan skalabilitas dan fleksibilitas yang ideal untuk kebutuhan operasional yang beragam di sektor seperti perbankan, kesehatan, dan ritel.
Selain itu, pasar public cloud juga mencatat pertumbuhan yang pesat, dengan proyeksi nilai USD 6,47 miliar pada 2029. Infrastruktur sebagai Layanan (IaaS) menjadi segmen dominan berkat permintaan tinggi akan solusi infrastruktur yang skalabel. Tren ini didukung oleh investasi dari perusahaan teknologi global dalam infrastruktur cloud di Indonesia dan inisiatif pemerintah untuk mempercepat transformasi digital. Dukungan pemerintah berupa kebijakan dan regulasi yang mendukung, termasuk fokus pada keamanan data dan kedaulatan digital, menciptakan ekosistem yang kondusif untuk mengatasi tantangan adopsi cloud computing di sektor publik maupun swasta.
“Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor keuangan, kesehatan, dan ritel berkat ketersediaan teknologi dan dana yang mencukupi. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah keterbatasan sumber daya manusia, khususnya dalam mengadopsi teknologi. Sebagai contoh, data menunjukkan UMKM yang mampu memanfaatkan internet untuk pertumbuhan signifikan mayoritas adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi,” ujar Onno W. Purbo, praktisi TI Indonesia.
Dengan situasi ini, menunjukkan bahwa masih diperlukan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan untuk mendorong adopsi teknologi. Selain itu, keberhasilan implementasi teknologi seperti IoT dalam Industri 4.0 sangat bergantung pada sinergi antara keahlian teknis, manajemen yang berani mengambil langkah inovatif, dan regulasi yang mendukung. Tanpa integrasi ini, upaya transformasi digital dapat terhambat.
Tags: Akamai, Cloud