July 27, 2017

BRTI: Tarif Data yang Ideal Masih Dalam Penggodokan

Penulis: Eko Lannueardy
BRTI: Tarif Data yang Ideal Masih Dalam Penggodokan  

MOBITEKNO – Setelah perang tarif untuk layanan SMS dan voice atau suara, kini operator seluler kembali bisa dikatakan sedang menabuh genderang persaingan pada data. Semua operator seluler yang beroperasi di pasar Indonesia menggelar berbagai jurus untuk membetot perhatian masyarakat sebagai konsumen.

Sejumlah kemudahan penggunaan layanan paket data pun ditawarkan. Tak hanya itu, kualitas dan cakupan layanan yang disajikan juga jadi alat jualan. Menariknya, sejumlah operator seluler terpancing untuk bersaing secara jor-joran dengan memberikan tarif data yang terbilang murah dimata konsumennya.

Rupanya, persaingan itu membuat pendapatan yield data operator seluler di Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun. Yield data merupakan total pendapatan data dibagi dengan total trafik data. Semakin tinggi yield, maka semakin tinggi efesiensi pada operator.

Salah satu operator yang terkena imbas dari persaingan tersebut adalah Indosat Ooredoo. Tercatat, dalam beberapa tahun terakhir Indosat Ooredoo menjadi operator seluler yang menjual layanan data dibawah biaya produksi, dan mekanisme pasar tidak dapat berjalan dengan normal.

Hal ini rupanya membuat pendapatan yield data Indosat Ooredoo terus turun dari tahun ke tahun dan dianggap berbahaya karena kabarnya ini juga terjadi pada semua operator seluler yang beroperasi di Indonesia. Dengan kata lain, persaingan bebas nir regulasi ini mengakibatkan imbal hasil yang diperoleh atas layanan data tidak memadai.  

Hal ini pun jadi sebuah perbincangan yang menarik dalam acara yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) di Jakarta, (26/7). Mengangkat tema "Mencari Tarif Data yang Ideal", acara ini juga dihadiri langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara dan Presiden Direktur sekaligus CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli.

Dalam sambutannya, Rudiantara menegaskan bahwa pemerintah harus berada di titik optimal dalam melihat kepentingan industri telekomunikasi dan masyarakat sehingga ada keseimbangan. Ia pun juga menambahkan bahwa pemerintah tidak akan menetapkan floor price tetapi membuat formula tarif data yang lebih baik.

"Memang harus ada kompetisi sehingga masyarakat mendapat opsi produk maupun layanan yang lebih beragam. Yang jelas, kami tidak akan menetapkan tarif batas bawah alias floor price. Namun, yang kami pikirkan adalah membuat formula tarif data yang memungkinkan operator seluler masih mendapat ruang untuk bermanuver dalam berkompetisi," jelas Rudiantara.

Dalam kesempatan yang sama, Alexander Rusli mengatakan bahwa Indosat Ooredoo perlu melihat dukungan yang nyata yang diberikan oleh pemerintah dalam hal tarif data. Hal ini penting agar operator seluler, termasuk Indosat Ooredoo bisa menahan penurunan yield data yang terjadi dalam beberapa tahun ini.

"Penurunan itu makin irrasional dan bisa menjadi tak prospektif lagi memberikan layanan data kepada masyarakat. Untuk itulah, kami berharap pemerintah selaku regulator bisa segera membuat sebuah kebijakan, dalam hal ini ikut memperhitungkan tarif data yang ideal," ungkap Alexander Rusli.

Informasi yang menarik juga dilontarkan oleh Ketut Prihadi Kresna, Komisioner BRTI. Ia menjelaskan bahwa BRTI akan segera mematangkan formula tarif data sesuai amanat Pasal 28 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan dijanjikan aturan  ini akan keluar dalam waktu 3 hingga 4 bulan kedepan.

"Kami masih membahas internal, bulan depan akan mengumpulkan operator, dan kira-kira dalam 3 hingga 4 bulan Peraturan Menteri (PM) tentang formula tarif data akan keluar. Secara otomatis, kami juga akan memperbarui Peraturan Menteri (PM) No. 9 Tahun 2008 untuk mengakomodir layanan data," kata Ketut.

Lalu, bagaimana dari sudut pandang konsumen? Ketua YLKI, Tulus Abadi yang ikut berbicara dalam diskusi ini lebih menekankan bahwa tarif telekomunikasi, baik suara, SMS maupun data dikembalikan kepada apa yang dibutuhkan oleh konsumen, seperti soal kecepatan layanan dan cakupan yang luas.

"Jelas konsumen yang menggunakan layanan operator seluler di Indonesia membutuhkan sebuah kecepatan dan cakupan layanan yang lebih besar. Sehingga kalau perlu diterapkan Standar Pelayanan Minimum agar ada standar yang disepakati bersama oleh semua operator pada layanan yang diberikan," jelas Tulus.

 

Tags: , , , ,


COMMENTS