August 27, 2015

AWS: Saatnya Perusahaan Fokus ke Bisnis dan Percayakan Infrastruktur TI di Cloud

Penulis: Iwan Ramos Siallagan
AWS: Saatnya Perusahaan Fokus ke Bisnis dan Percayakan Infrastruktur TI di Cloud  

MOBITEKNO – Berangkat dari kebutuhan internal dalam menyediakan infrastruktur layanan web toko retail online-nya (Amazon.com) yang sangat besar, AWS (Amazon Web Services) akhirnya bertransformasi menjadi penyedia layanan layanan web lengkap berbasis teknologi cloud untuk berbagai strata konsumen, mulai dari startup dengan sumber daya terbatas hingga perusahan skala kecil-menengah (UKM) dan besar.

Sebagai salah satu pelaku awal di industri cloud computing berskala global, AWS kini telah menawarkan setidaknya 50 layanan web yang bisa digunakan oleh konsumennya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bisa dikatakan, tidak banyak perusahaan sejenis berbasis cloud yang menawarkan kelengkapan layanan setara AWS ((lihat gambar Gartner Magic Quadrant Cloud Computing IaaS 2015).

Diantara 50 layanan tersebut, terdapat berbagai layanan unggulannya, seperti layanan compute EC2 (Elastic Compute Cloud), Lambda (salah satu layanan compute terbaru), layanan storage S3 (Simple Storage Service), Glacier (back up and archive data service), CloudFront (content delivery web service), Kinesis (Real-Time Data Processing), Elastic Beanstalk (Platform as a Service), CloudWatch, SES (Simple Email Service, Marketplace, Route 53 (scalable cloud DNS service), Workspace (managed desktop computing service), Mobile Analytics, dan masih banyak lainnya.

Meski pada awalnya layanan web berbasis cloud computing lebih menyasar pada perusahaan UKM yang belum atau tidak memiliki infrastruktur TI (Teknologi Informasi) sendiri, sejalan waktu layanan tersebut juga mulai dilirik perusahaan berskala besar mengingat berbagai keunggulan yang ditawarkan teknologi cloud computing.

Menurut Markku Lepisto, Principal Techology Evangelist, AWS APAC, saat media briefing dan workshop terbatas di Jakarta (25/8/2015), salah satu keuntungan utama menggunakan layanan web berbasis cloud computing adalah berkurangnya anggaran belanja modal (capital expenditure atau capex) yang besar di awal. Perusahaan pun bisa lebih fokus menjadikan bisnisnya lebih lincah (agile) dan menawarkan layanan/produk yang lebih cepat ke konsumen (faster time to
Market).

Keuntungan lainnya yang disebutkan Markku adalah AWS bisa menjadi katalisator bagi perusahaan dalam mencoba menghadirkan berbagai inovasi layanan baru tanpa harus berisiko mengeluarkan anggaran infrastruktur TI baru. Dengan kata lain juga, setiap saat layanan/infrastruktur TI bisa dihadirkan dalam waktu yang sangat cepat, jauh lebih cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk menyediakan infrastruktur TI sendiri.

Selain itu, konsumen pun tidak perlu membayar di awal dan melakukan kontrak jangka panjang. Pengeluaran biaya variabel pun dapat ditekan. Lepisto berpromosi bahwa setelah mengadopsi layana AWS, produsen mobil Lamborghini berhasil menurunkan biaya infrastruktur webnya hingga 50 persen dan jaringan hotel Kempinski bisa mengurangi biaya TI hingga 40 persen hanya dalam kurun waktu 5 tahun.

Hingga kini tercatat, layanan web AWS telah digunakan oleh setidaknya 1 juta pelanggan dari seluruh dunia sejak awal operasinya hampir satu dekade lalu (2006). Dari sejuta pelanggan tersebut, tercatat beberapa perusahaan besar Indonesia sudah menggunakan jasa layanan AWS. Jenis industrinya beragam, mulai dari perusahaan e-commerce, startup, media, telko, perbankan hingga finansial.

Markku memberi contoh beberapa kliennya di Indonesia, seperti Kompas.com, Liputan 6, SCTV, Tribunnews, viva.co.id, Traveloka, tiket.com, blibli, rumah123, urbanindo, berrybenka, bilna GDP, grivy.com, prodigy, dan archipelago.

Adapun perusahaan di luar Indonesia yang menggunakan layanan AWS sangatlah banyak. Beberapa perusahaan kelas enterprise yang bisa disebut di sini antara lain Samsung, Nokia, Toshiba, Merck, Unilever, Johnson & Johnson, Pfizer, Dow Jones, Qantas, Kellogg’s, Intuit, COMSAT, Siemens, NTT, Newsweek, HTC, Mi, Belkin, Karcher, Ubisoft, Rovio, Netflix, Discovery, dan PBS.

Markku tidak lupa memberikan contoh beberapa startup yang telah sukses, seperti layanan sewa kamar atau rumah global Airbnb, Spotify di industri musik, dan Dropbox sebagai layanan penyedia cloud storage. Ketiganya bisa sukses “hanya” dengan menawarkan layanan web yang inovatif meski tidak mempunyai modal infrastruktur “fisik” seperti perusahaan tradisional.

Resep dibalik kesuksesan meraup sejuta pelanggan dalam waktu kurang dari satu dekade ini bukan hanya karena AWS melakukan start lebih awal dibandingkan perusahaan cloud computing lainnya. Menurut Markku, strategi high-volume, low-margin yang sukses diterapkan pada toko retail online, terbukti juga ampuh menarik banyak konsumen agar menggunakan cloud computing AWS selama ini.

 

 

Tags: , , ,


COMMENTS